Ketidakjelasan Proses Hukum Wali Kota, Nanang: Menjadi Preseden Kurang Baik bagi KPK

Doknet

Masyarakat kini tentu banyak yang bertanya : “Bagaimana kelanjutan status tersangkanya wali kota Tasikmalaya?..”

Kota, Wartatasik.comSebagaimana diketahui bersama bahwa Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman telah lebih dari satu tahun (sejak 24 April 2019 lalu) ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018.

Dewasa ini, banyak elemen masyarakat yang kembali mempertanyakan bahkan serius untuk berangkat ke Jakarta, yakni KPK dan Ombudsman mempertanyakan tindaklanjut kasus dugaan suap wali kota Tasikmalaya semenjak ditetpakannya satu tahun silam.

Hal serupa juga tokoh masyarakat sekaligus pemerhati kebijakan, H Nanang Nurjamil. Ia angkat bicara perihal status tersangka wali kota dengan pasal yang disangkakan, Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Bagaimanapun status hukum seseorang (apalagi pejabat publik sebagai kepala daerah) harus jelas dan tuntas sampai ada kepastian hukum yang inkrah/tetap, bagaimanapun Bapak H. Budi Budiman itu adalah wali kota kami, warga masyarakat Kota Tasikmalaya yang tentunya tidak akan rela jika pemimpinnya terus menerus menyandang status sebagai tersangka suap yang telah ditetapkan oleh KPK,” ucapnya, Sabtu (20/06/2020).

Tanpa ada kepastian proses dan keputusan hukum yang jelas dan inkrah lanjut Nanang, masyarakat kota Tasikmalaya tentu berharap jika memang tidak cukup bukti KPK harus segera menyatakan dan mencabut status “tersangka” Wali Kota Tasikmalaya serta pulihkan nama baiknya.

“Begitupun jika memang KPK memiliki cukup bukti untuk melanjutkan proses hukumnya ke tahap selanjutnya, sebaiknya juga lakukan segera, jangan seperti sekarang ini sudah lebih 1 tahun lamanya status ‘tersangka’ Wali Kota Tasikmalaya seolah digantung tanpa ada kepastian tindak lanjut proses hukum yang jelas sebagaimana mestinya, kasihan beliau dan juga keluarganya harus menanggung beban psikologis yang berat,”  katanya.

Ir. Nanang Nurjamil | dok wartatasik

Sebut Nanang, KPK sudah melakukan perpanjangan pencegahan Wali Kota Tasikmalaya ke luar negeri sebanyak dua kali, terakhir dicegah pada 21 Oktober 2019 selama enam (6) bulan, artinya pencegahan tersebut seharusnya sudah berakhir pada tanggal 21 April 2020 yang lalu.

“Tetapi sampai sekarang sudah bulan Juni 2020 (sudah lewat hampir 1,5 bulan) dari batas pencegahan kedua yang ditetapkan KPK, ternyata juga masih belum ada kepastian, padahal berdasarkan Ketentuan pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-IX/2011, jangka waktu pencegahan hanya berlaku paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang lagi paling lama 6 bulan,” tegasnya.

Nanang menambahkan, jika tidak ada keputusan perpanjangan masa pencegahan, maka sesuai ketentuan Pasal 97 ayat (2) UU Keimigrasian, pencegahan harus berakhir demi hukum, dan yang bersangkutan dapat melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia.

Baca juga: 

Selain ke KPK, Formula akan Pertanyakan Kejelasan Kasus Suap Wali Kota ke Ombudsman

Jika merujuk pada ketentuan tersebut sambung Nanang, maka pencegahan Wali Kota Tasikmalaya harus sudah berkahir demi hukum dan sudah bisa bepergian ke luar wilayah Indonesia. Karena itu, ia sangat mengapresiasi dan mendukung upaya yang akan dilakukan oleh sahabat-sahabat saya para aktivis yang tergabung dalam Forum Musyawarah Antar Lembaga (FORMAL).

“Saya apresiasi rencana keberangkatannya ke Jakarta untuk mendatangai KPK dan Ombudsman guna mempertanyakan kepastian tindak lanjut proses hukum atas status tersangkanya Wali Kota Tasikmalaya oleh KPK,” tuturnya.

“Memang setahu saya belum ada ketentuan peraturan perundangan (termasuk dalam KUHP) pasal yang mengatur batasan waktu maksimal seseorang ditetapkan atau menyandang status sebagai tersangka tindak pidana korupsi/gratifikasi, tetapi itu bukan berarti KPK bisa dengan bebas sampai kapan saja membiarkan status seseorang sebagai tersangka tindak pidana,” kata Nanang.

Jangan sampai tambahnya lagi, nanti ada kesan penilaian masyarakat terhadap KPK telah melakukan kesewenang-wenangan, itu jelas bertentangan dengan prinsip due process of law serta pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum yang adil.

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana itu sambung Nanang, tentu akan menimbulkan beban psikologis dan sanksi sosial yang cukup berat, kalau terbukti itu adalah sebuah konsekuensi hukum yang mesti diterima, tapi kalau kemudian ternyata tidak terbukti, bagaimana ?

“Karena itu, saya secara pribadi sebagai sahabat sejak kecil dengan Wali Kota Tasikmalaya H. Budi Budiman, bahkan sekolah sama-sama sekelas waktu di SMA dan sampai sekarang Alhamdulillah kami masih menjalin silaturahmi dengan baik (meski saya terkadang mengkritik lebijakannya agak cukup keras), tetapi saya tetap sangat prihatin dan ikut merasakan beban psikologis yang berat dengan apa yang menimpa pada sahabat saya sekarang ini,” imbuhnya.

Tentunya sebagai sahabat, dirinya hanya bisa mendo’akan semoga Wali Kota diberikan kekuatan, ketabahan dan kesabaran oleh Allah Subhanahuwata’ala dan tentunya sebagai sahabat juga saya berkewajiban untuk saling mengingatkan, agar kedepan beliau harus bisa lebih berhati-hati lagi dalam mengambil setiap keputusan dan tindakan.

“Apalagi beliau adalah sebagai kepala daerah yang tentunya harus bisa memberi suritauladan kepada rakyat yang dipimpinnya. Wali kota itu representasi eksistensi warga dan kota yang dipimpinnya, kaena itu saya tidak rela jika wali kota saya menjadi bahan pertanyaan yang bertendensi mengolok dari warga masyarakat daerah lain dengan mengatakan, Kota Santri kok Kenapa Walikotanya jadi Tersangka Gratifikasi?,” ucapnya.

Pertanyaan tersebut bukan sekali duakali ia dengar dari rekan-rekan diluar Kota Tasikmalaya tentunya malu sekaligus jengkel. Karena itu, harapannya secara pribadi tentunya berharap Wali Kota Tasikmalaya bisa bebas dan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang disangkakan KPK.

“Sehingga beliau bisa melanjutkan sisa periode kepemimpinannya secara normatif sampai lima tahun untuk merealisasikan janji-janji politik (visi, misi dan program-programnya) yang telah disampaikan kepada masyarakat Kota Tasikmalaya secara signifikan dan optimall, aamiin,” pungkasnya. Redaksi

Berita Terkait