Alhamdulilah produk lokal Kota Tasik ini banyak dipesan oleh para pegiat di Indonesia seperti Kota Bandung, Aceh, Manado, bahkan dari luar negeri seperti Jepang, Kanada, Guatemala Amerika Latin, China dan lainnya,” ungkap Bangkong…
Kota, Wartatasik.com – Selain pelampung, helm, pelindung lutut, sepatu katak, ada satu perlengkapan dasar dalam olah raga petualangan riverboarding yang menjadi media bermain, yaitu papan selancar atau riverboard.
Sejarah olahraga petualangan ini dikenal dengan nama Riverboarding lahir pada tahun 1970an, berawal dari kebosanan sekelompok pemandu rafting di Perancis yang menginginkan berenang dengan cara yang lebih menarik dan menantang.
Adalah Muhamad Riza Fadillah (26) seorang perajin riverbording asal Kota Tasikmalaya tepatnya, warga Perumahan Baitul Marhamah C11, Kelurahan Sambongjaya Kec. mangkubumi ini sejak tahun 2015 lalu berkecimpung dalam olah raga pemacu adrenalin ini, merintis pembuatan papan selancar sungai sebagai produk lokal Kota Tasikmalaya
Pria yang akrab disapa Bangkong ini mengungkapkan gagasannya itu muncul karena sulit mendapatkan papan seluncur di Kota Tasikmalaya yang sudah mulai ramai dan digandrungi para petualang olah raga arus deras ini sejak di tahun 2013.
“Gagasan membuat papan ini berawal dari mudah didapatnya bahan spoon, karena di Tasik banyak sentra industri pembuat sandal spoon, sehingga saya memberanikan diri membuat eksperimen sebuah papan seluncur,” ungkapnya, Selasa (02/05/2021).
Karya yang dibuat oleh Bangkong mendapat perhatian dari seorang pegiat olag raga arus deras negri Sakura yang bernama Yohei Sugawara (40). Yohei sengaja datang menemui Bangkong untuk belajar membuat papan selancar pada tahun 2017, berawal komunikasi melalui media sosial instagram.
Ia menyebutkan, ada beberapa jenis papan selancar sungai dibuat olehnya mulai dari tipe Hydrospeed, FreeStyle dan tipe SemiHydro. Bahan yang digunakan untuk papan ini adalah bahan spoon Evaati dan spoon Polyteline, spoon jenis Polyteline dilihat dari harga lebih mahal dan cepat rapuh tetapi memiliki keunggulan daya apung yang tinggi dan bobot lebih ringan.
“Sampai saat ini bahan spoon yang banyak digunakan di Indonesia adalah spoon Evaati, karena cocok untuk digunakan di Indonesia karena morfologi sungainya kebanyakan dangkal dan berbatu, sehingga bahan ini cocok karena lebih kuat, cuma bobotnya yang berat kalau di bawa,” tuturnya.
Dalam sebulan pria berbadan gempal ini menuturkan hanya bisa memproduksi papan selancar sebanyak tiga sampai dengan empat buah saja, karena semua pengerjaannya mulai dari membuat pola, memotong sampai tahap akhir penyelesaian dilakukan secara manual.
“Alhamdulilah produk lokal Kota Tasik ini banyak dipesan oleh para pegiat di Indonesia seperti Kota Bandung, Aceh, Manado, bahkan dari luar negeri seperti Jepang, Kanada, Guatemala Amerika Latin, China dan lainnya,” terang Bangkong yang juga sempat bermain selancar sungai di negeri Sakura dengan Yohei Sugawara.
Bangkong menyebutkan, harga per satu papan selancar dibanderol Rp.1.600.000,- tanpa ongkos kirim. Banyak sekali pesanan dari luar negeri apalagi menjelang musim liburan di luar negeri sekitar bulan Juni sampai dengan Agustus. Namun sayangnya beberapa pesanan dari negara Pilipina, Chili dan Inggris banyak yang dibatal karena biaya ongkos kirim sangat mahal.
“Sayang sekali pesanan banyak yang batal karena, konsumen keberatan di ongkos kirim yang dianggap mahal, pernah saya coba cek di PDX express ongkos kirim ke Chili mencapai Rp. 8.000.000,- sedangkan harga papannya saja hanya Rp. 1.600.000,” pungkasnya. Suslia