Kota, Wartatasik.com – Kota Tasikmalaya disebut-sebut akan menjadi daerah termaju se-Priangan Timur dalam industri dan perdagangan. Namun, impian tersebut hanya sebatas khayalan dan tidak akan tercapai. Malahan, mungkin akan terpuruk se-Priatim.
Bukan tanpa sebab, sudah beberapa persoalan terjadi di kota Tasikmalaya khususnya di dunia perburuhan atau ketenagakerjaan, karena merajalelanya PHK sepihak dengan alasan tidak masuk akal.
Salah satunya oleh perusahaan CV SR atau pabrik bihun di jalan Cieunteung. Perusahaan tersebut diduga melakukan PHK terhadap para pekerjanya dengan alasan mangkir satu hari sebanyak 12 orang.
Ironisnya mereka tidak diberikan uang konpensasi ataupun pesangon sepeserpun, hingga pada akhirnya mereka mengadu ke Soliditas Buruh Tasikmalaya (SBT).
Ketua Umum SBT Erwin membenarkan jika telah menerima aduan tersebut. Pihaknya sudah melaporkan ke Disnaker kota Tasikmalaya dan tiga kali melakukan mediasi dalam satu bulan, namun tidak menemukan kesepakatan.
Erwin menyebut, meski Disnaker kota Tasikmalaya mengeluarkan surat anjuran yang menyatakan bahwa perusahaan di anjurkan untuk membayar hak-hak pekerja 12 orang, namun pihak perusahaan melalui kuasa hukumnya Julkifli pensiunan PNS yang bertugas di Disnaker dahulu tidak menerima hasil anjuran itu.
“Dengan demikian, kami telah melaporkan perusahaan SR ke Mapolres Tasikmalaya Kota melalui Satreskrim. Kami menduga bahwa perusahaan tersebut melakukan tindakan melawan hukum ketenagakerjaan yang mengacu pada tindakan pidana,” tegas Erwin, Minggu (20/06/2021).
Tak hanya itu, SBT juga terang ia, akan melakukan audiensi dengan DPRD kota Tasikmalaya terutama komisi lV untuk meminta pertanggung jawaban legislatif dalam pengawasan penerapan aturan pemerintah kota Tasikmalaya yang dinilai sangat kurang pembinaan.
Padahal terang Erwin, perusahan tersebut sudah berdiri sejak 1996 namun tidak melakukan apa yang menjadi amanah undang-undang. Anehnya, ketika diklarifikasi ke Disnaker hanya menjawab tidak tahum
“Artinya, selama ini Disnaker tidak menjalankan apa yang menjadi tugasnya, maka perlu adanya evaluasi dari wali kota, bila perlu dilakukan rotasi mutasi jabatan,” pinta Erwin.
Bukan saja Disnaker, Erwin menerangkan, pengawas ketenagakerjaan wilayah V Provinsi Jawa Barat yang berperan sebagai monitornya atau pengawasan dalam norma-norma kerja dirasa tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pengawas.
“Masih banyak perusahaan-perushaan di kota Tasikmalaya yang tidak patuh terhadap undang-undang, terutama dalam hal upah, jaminan sosial, jam kerja, hak istirahat, cuti-cuti dan THR,” beber Erwin.
Menurutnya, dengan seringnya terjadi PHK yang berujung kepada pengaduan, berarti mencerminkan buruknya pengawasan dan pembinaan, apalagi sampai keluar sebuah anjuran yang artinya tahapan mediasi tidak menemukan kesepakatan.
“Sekali lagi intansi-instansi terkait perlu di evaluasi. Ini persoalan serius sebab menurut kami ketika masyarakat berpenghasilan lebih rendah daripada ketentuan upah jaminan berarti penghidupan masyarakat di bawah garis kemiskinan,” beber Erwin.
“Bahkan akan mempengaruhi terhadap daya beli masyarakat yang berefek pada fluktuasi ekonomi. Bagaimana mau maju kota ini, jika para pelaksana aturan masih bermain main. Para oknum pejabat yang hanya memikirkan kantong perutnya sendiri. Kalau ini dibiarkan, kita tinggal menunggu waktu hancurnya negara ini,” tutupnya. Asron