Kabupaten, Wartatasik.com – Sejumlah Universitas Ternama di Indonesia ramai ramai mengeluarkan petisi
hingga deklarasi terkait demokrasi di Indonesia. Ada UGM yang mengawali, kemudian diikuti UII, Universitas Indonesia dan yang terbaru Universitas Padjajaran (Unpad).
Lain halnya dengan universitas di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam KH Ruhiyat Tasikmalaya justru menyoroti munculnya petisi kalangan akademisi.
Meski semangat hadirnya petisi dianggap baik untuk kawal demokrasi, namun kemunculan petisi di detik akhir jelang Pemilu tahun 2024 terkesan ditunggangi kepentingan politik tertentu. Indikasinya petisi justru keluar mendekati puncak demokrasi Bangsa tidak dari awal proses demokrasi.
“Pertama terkait petisi yang ada dari perguruan tinggi negeri maupun swasta dan dari para guru besar saya pikir semangatnya bagus untuk kawal demokrasi agar sesuai koridor perundang undangan yang ada,” kata Dr. Maulana Janah, Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam KH Ruhiat Tasikmalaya, Sabtu (3/2/2024).
Tetapi, katanya, petisi harus berjalan apa adanya jangan sampai ada kesan petisi dari kampus ditunggangi kepentingan politik yang pada akhirnya mencederai petisi itu.
“Kalau semangatnya bagus tapi jangan dinodai kepentingan politik tertentu bahkan menguntungkan kepentingan tertentu harus dipikirkan lagi bukan isinya tetapi momentum keluarnya petisi ini. Pertanyaannya kenapa petisi tidak digulirkan dari awal kontestasi kenapa diakhir maka ini berpotensi menimbulkan persepsi negatif ini perlu kehati hatian para akademisi sampaikan petisi,” imbuhnya.
Maulana menambahkan penyampaian petisi jangan disertai provokasi untuk melakukan tindakan melawan hukum.
“Demokrasi harus dijalankan utuh tanpa mendelegitimasi kepemimpinan nasional. Demokrasi tidak boleh secara anarkis karena akan berimplikasi pada kepercayaan dunia internasional hingga ancaman gangguan perekonomian,” tuturnya.
Lanjutnya, petisi ini jangan sampai dipersepsikan tidak baik, apalagi ada ajakan hal hal anarkis untuk keos gak boleh gitu, Demokrasi kita harus berjalan utuh secara baik kalau ada kekecewaan dalam demokrasi mari kita perbaiki bersama besama dan akhir demokrasi adalah Pemilu 14 Februari.
“Saya menolak secara pribadi kalau ada pandangan pandangan anarkis keos, tidak boleh ada bahasa keos kita harus berikan pendidikan politik pada masyarakat pemilu harus jalan damai dan berkualitas,” kata Maulana Janah.
Lebih jauh Maulana menyinggung, proses kepemimpinan Presiden Jokowi harus selesai sampai akhir. Alasannya, Kepemimpinan Jokowi merupakan proses legitima yang sah dan definitif. Upaya provokasi untuk mendelegitimasi kepemimpinan nasional harus ditentang.
“Persoalan mendelegitimasi kepemimpinan ini kan kurang bagus. Harus selesai Presiden Jokowi sampai akhir karena hasil legitimasi bangsa ini. Ini juga demi stabilisasi ekonomi dan kepercayaan dunia asing,” kata Maulana Janah.
Disisi lain, Masyarakat termasuk akademisi harus fair mengakui jika Jokowi berhasil dalam pembangunan Bangsa ini. Persoalan Covid 19 dan guncangan ekonomi global jadi salah satu bukti keberhasilan Presiden Jokowi. “Bangsa ini bisa melalui Covid 19 dan tantangan ekonomi hingga berhasil melaksanakan Proses Demokrasi tahun ini,” ucapnya.
“Kalau melihat pemerintahan Jokowi saya pikir harus fair. Kalau mau sempurna gak ada pemerintahan di dunia yang sempurna. Kita harus adil apresiasi Presiden Jokowi yang membawa kita keluar dari persoalan Covid 19 belum lagi masih berdiri kokoh bangsa ini dari terpaan badai ekonomi global,” pungkas Maulana Janah. Ndhie