Kota, Wartatasik.com – Pendidikan adalah hal paling penting yang seharusnya menjadi fokus bersama dalam pengembangan bangsa dan negara Indonesia, karena pendidikan adalah pondasi yang perlu dibangun secara kuat untuk menciptakan masa depan yang kokoh.
Bahkan hal terkecil dari pendidikan dapat memberikan dampak besar terhadap perkembangan masa depan sebuah negara. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang menyebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Ini berpengaruh terhadap kehidupan suatu bangsa untuk masuk dan memperoleh dampak-dampak yang ditimbulkan arus globalisasi tersebut. Dampak yang ditimbulkan arus globalisasi tersebut telah melanda di bidang kehidupan masyarakat bangsa Indonesia pada khususnya, baik bidang sosial, politik, ekonomi, budaya bahkan dalam bidang pendidikan Pendidikan di saat ini telah terjebak dalam arus kapitalisasi yang dalam istilah lain bernama komersialisasi pendidikan.
Adanya biaya pendidikan yang tidak murah berakibat pada banyaknya anak yang berasal dari kelas ekonomi bawah sulit mendapatkan akses pendidikan yang lebih bermutu. Sekolah kemudian menerapkan aturan seperti pasar yang berimplikasi pada visiologis pendidikan yang salah.
Keberhasilan pendidikan hanya didasari pada besarnya jumlah lulusan sekolah yang dapat diserap oleh sektor industri. Pendidikan semacam ini tidak untuk menjadikan manusia-manusia melek sosial, padahal sebetulnya tujuan pendidikan untuk mengembangkan intelektual yang ada pada siswa (Andrias Harefa, 2005: 151).
Dunia pendidikan Indonesia saat ini dianggap belum dapat mencapai titik keberhasilan yang diharapkan bersama. Permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia begitu banyak dan rumit sehingga solusi yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan tersebut tidaklah mudah.
Permasalahan yang tidak kalah penting yaitu menyangkut masalah biaya pendidikan saat ini yang semakin mahal. Rustiawan, H. (2015) mengungkap Komersialisasi Pendidikan dalam kontek Idiologi Neoliberalisme dan kapitalisme, berhubungan dengan kualitas Outputnya, profit yang didapatkan berasal dari prodak ilmu Pengetahuan yang dapat dijual, seperti hasil penelitian ilmiah yang dibutuhkan oleh pihak lain dalam mengembangkan Perekonomiannya. Dengan demikian, mahalnya pembiayaan Pendidikan terjadi karena outputnya yang berkualitas, sehingga menjadi penyebab tingginya biaya proses pendidikan.
Untuk itulah PMII Komisariat Unsil menggelar audiensi bersama DPRD dan Pemkot yang berlangsung di Gedung Paripurna. Nampak menghadiri, Sekretaris Komisi IV H. Murjani, Plt. Kadisdik Ucu Anwar, Kabid GTK, KCD SMA Wilayah XII Jawa Barat.
Dikatakan Ketua PMII Komisariat Unsil Dendy Bima Ardana bahwa disetiap jenjang pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan untuk tingkat sekolah dasar biaya pendidikan yang harus dikeluarkan hampir mendekati atau bahkan jauh lebih mahal daripada sekolah lanjutan sehingga menyaingi biaya pendidikan untuk perguruan tinggi.
“Banyak pungutan-pungutan yang ditarik oleh sekolah sehingga biaya yang dikeluarkan oleh peserta didik semakin banyak dan mahal setiap tahunnya,” ujar Dendy usai audien, Jumat (21/6/2024).
Lanjut Dendy, Problematik Sistem PPDB diantaranya, yang pertama, Migrasi Domisili, yakni sistem zonasi dalam PPDB menyebabkan sejumlah orangtua melakukan migrasi domisili dengan cara memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.
“Sesuai Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pasal 17 ayat 2, perpindahan alamat KK sebenarnya diperkenankan secara hukum maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB. Namun, praktik migrasi domisili semacam ini menunjukkan bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata,” imbuhnya.
Tujuan awal sistem PPDB adalah, katanya, untuk memeratakan kualitas pendidikan, meningkatkan kualitas seluruh sekolah negeri agar sama-sama berkualitas baik guru, sarana prasarana, kurikulum, maupun standar lain. Namun, tujuan utama PPDB tersebut hingga saat ini belum terwujud.
“Yang kedua, penggelembungan peserta didik. Masalah lain dari adanya sistem zonasi, yakni adanya sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung khususnya di wilayah perkotaan. Akibatnya, jumlah kursi dan ruang kelas tak bisa menampung semua calon peserta didik sehingga calon siswa tak terjaring meskipun berada di satu zona,” terangnya.
“Ketiga, Krisis peserta didik. Meskipun ada sekolah yang kelebihan siswa, namun PPDB sistem zonasi juga menyebabkan adanya sekolah yang kekurangan siswa. Faktor penyebabnya, yakni ada banyak sekolah negeri yang lokasinya berdekatan satu sama lain, serta adanya sekolah yang lokasinya jauh di pelosok dengan akses yang sulit,” tegasnya.
Permasalahan tersebut antara lain terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang. Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Contoh yang lain, yakni di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.
“Masalah Keempat, Adanya praktek pungli. Pengadaan PPDB zonasi yakni adanya praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa titipan dari pejabat atau tokoh di satu wilayah. P2G mencontohkan kasus demikian terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung dan Depok.
“Modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi, guna mengatasi masalah ini, Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan, dan Ombudsman hendaknya agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB dan indikasi kecurangannya. Selain itu, oknum guru, kepala sekolah, atau masyarakat yang terbukti melakukan pungli juga harus diberikan sanksi tegas,” ujarnya.
Maka dari itu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia komisariat Universitas Siliwangi menuntut;
1. Mendesak Pemkot untuk melakukan evaluasi total mengenai pendidikan di kota tasikmalaya.
2. Mendesak Pemkot untuk melakukan evaluasi kinerja tenaga pendidik.
3. Mendorong Pemkot untuk meningkatkan kualitas fasilitas belajar mengajar.
4. Menuntut Pemkot untuk mengevaluasi kebijakan PPDB secara objektif dan sesuai dengan konstitusi.
5. Mendesak Pemkot untuk melakukan pengawasan, evaluasi dan tindakan secara tegas terdahap oknum yang membuat KK palsu dan jual beli bangku.
6. Memerhatikan masyarakat yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan wajib belajar 12 tahun.
7. Transparansi program kerja dan alokasi dana yang telah dan akan dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Red