Referensi – Kemajuan teknologi digital telah memberikan berbagai kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses informasi, berkomunikasi, dan memperluas wawasan. Di era ini, informasi dapat diakses hanya dengan beberapa ketukan di layar gawai. Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman berupa penyebaran hoaks dan misinformasi menjadi tantangan serius yang harus dihadapi.
Hoaks, yang sering kali muncul dalam bentuk berita palsu atau informasi yang sengaja disebarkan untuk menipu, memiliki dampak buruk pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hoaks dapat memicu kepanikan, konflik sosial, hingga pengambilan keputusan yang salah. Tidak hanya itu, penyebaran informasi yang tidak benar juga dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sumber berita yang valid.
Kota kecil seperti Tasikmalaya pun tidak luput dari dampak ini. Dengan maraknya penggunaan media sosial dan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp di kalangan masyarakat, terutama ibu rumah tangga, hoaks menyebar dengan cepat tanpa filter. Kebiasaan membagikan informasi tanpa memeriksa kebenarannya menjadi salah satu faktor penyebab utama.
Oleh karena itu, literasi digital menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat, tidak hanya untuk memilah informasi yang benar tetapi juga untuk memahami dampak dari penyebaran hoaks. Dalam konteks ini, literasi digital diharapkan dapat membantu masyarakat lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi, sehingga menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan terpercaya.
Menjawab kebutuhan akan literasi digital yang semakin mendesak, sekelompok mahasiswa Universitas Siliwangi berinisiatif mengadakan workshop edukasi dengan tema “Hoaks dan Misinformasi: Ancaman Era Digital”. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman hoaks, tetapi juga memberikan keterampilan praktis untuk menangkal penyebaran informasi palsu.
Sasaran utama dari kegiatan ini adalah ibu rumah tangga, yang sering kali menjadi target utama penyebaran hoaks melalui grup-grup WhatsApp atau media sosial. Dengan pendekatan yang mudah dipahami dan aplikatif, workshop ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dalam bermedia digital.
Selain itu, tujuan lain dari workshop ini adalah mendorong peserta untuk menjadi agen perubahan di komunitas masing-masing. Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, diharapkan peserta dapat berbagi ilmu dengan orang lain, sehingga efek positif dari kegiatan ini dapat meluas ke masyarakat yang lebih luas. Pendekatan ini mencerminkan prinsip gotong royong, di mana setiap individu memiliki peran dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat.
Workshop ini berlangsung pada Senin (2/12) di Ciwaas Depok 1, Tamansari, Kota Tasikmalaya, dan melibatkan peserta dari berbagai kalangan. Lokasi yang dipilih berada di lingkungan yang nyaman dan mudah diakses, sehingga peserta dapat mengikuti acara dengan antusias. Workshop ini terdiri dari beberapa sesi yang dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam sekaligus pengalaman praktis.
Dalam suasana yang hangat dan akrab, peserta terlihat sangat antusias mengikuti rangkaian acara. Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa literasi digital adalah kebutuhan yang relevan bagi masyarakat di berbagai tingkatan. Selpi Haristin S., Ketua Panitia, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah kecil namun sangat penting untuk menghadapi tantangan era digital.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat dan akademisi untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan literasi digital. Selain itu, ia juga berharap bahwa workshop ini dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima informasi, terutama di era yang penuh dengan kebisingan digital.
Sesi pertama workshop dibuka dengan pemaparan materi oleh Desi Nastiani, seorang mahasiswa yang telah melakukan penelitian terkait literasi digital. Ia menjelaskan tentang definisi hoaks, jenis-jenisnya, dan bagaimana cara mengenalinya.
Desi menggunakan berbagai contoh nyata dari kasus hoaks yang pernah viral di masyarakat, sehingga peserta dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan. Beberapa ciri khas hoaks yang dijelaskan meliputi penggunaan judul yang sensasional, sumber informasi yang tidak jelas, dan narasi yang cenderung memancing emosi.
Pada sesi kedua, Yosua Eka Putra H. membahas strategi praktis untuk memverifikasi informasi. Ia memperkenalkan peserta pada berbagai alat pengecekan fakta seperti TurnBackHoax.id dan Google Reverse Image. Selain itu, Yosua juga memberikan tips sederhana, seperti memeriksa ulang informasi yang diterima dengan membandingkannya dari beberapa sumber tepercaya. Materi ini sangat membantu peserta, terutama dalam memahami bahwa tidak semua informasi yang terlihat meyakinkan itu benar.
STORIES OF INSPIRATION
HARAPAN PARA WARGA YANG TERDAMPAK INFORMASI PALSU
Workshop ini ditutup dengan sesi tanya jawab dan pemberian doorprize kepada peserta sebagai bentuk apresiasi. Kegiatan ini diakhiri dengan sesi foto bersama, yang menjadi simbol keberhasilan acara ini.
“Saya jadi lebih paham bagaimana memeriksa informasi agar tidak mudah tertipu. Semoga acara seperti ini terus ada,” ujar salah satu peserta.
Workshop ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru bagi peserta, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat. Dengan literasi digital yang lebih baik, masyarakat diharapkan dapat menghadapi era digital dengan lebih kritis, bijak, dan percaya diri.
Diskusi interaktif menjadi salah satu bagian yang paling menarik dari workshop ini. Peserta diajak untuk berbagi pengalaman mereka terkait hoaks yang pernah diterima atau bahkan hampir dipercaya. Salah satu cerita menarik datang dari Ibu Wiwin, yang hampir mempercayai pesan berantai di grup WhatsApp mengenai informasi kesehatan yang tidak terbukti kebenarannya.
Dari cerita tersebut, peserta lain mendapatkan pelajaran penting tentang perlunya skeptis terhadap informasi yang belum diverifikasi. Diskusi ini tidak hanya memperkaya wawasan peserta, tetapi juga menciptakan suasana saling mendukung dan belajar bersama.
Para peserta, yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga, merasa lebih percaya diri untuk mengajukan pertanyaan dan berbagi pandangan mereka. Pendekatan ini menjadikan workshop terasa lebih hidup dan relevan bagi peserta.**
Penulis: Kelompok 1 Kelas D Pendidikan Sejarah Universitas Siliwangi