
Kabupaten, Wartatasik.com – Kabupaten Tasikmalaya saat ini tengah menghadapi kondisi yang tidak baik-baik saja. Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi (MK) akibat diskualifikasi calon terpilih, Ade Sugianto, menandakan adanya kelemahan dalam sistem penyelenggaraan pemilu di daerah.
Keputusan KPU Kabupaten Tasikmalaya yang awalnya meloloskan Ade Sugianto, tetapi kemudian didiskualifikasi karena perbedaan tafsir mengenai masa jabatannya, menunjukkan ketidaktelitian dan kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Mahasiswa Tasikmalaya Timur (MTT), Dina Diana Ginanjar, katanya, sebagai garda terdepan dalam memastikan proses demokrasi berjalan dengan baik, “KPU seharusnya bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel. Namun, kenyataan yang terjadi menunjukkan adanya kelalaian serius dalam pengambilan keputusan,” ujarnya.
“Jika sejak awal proses verifikasi dilakukan dengan cermat, PSU yang menelan biaya besar ini bisa saja dihindari. Situasi ini semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi di Kabupaten Tasikmalaya,” tegasnya.
Kini, lanjut Dina, menjelang pendaftaran calon baru yang akan menggantikan Ade Sugianto, menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa tidak ada lagi permainan di balik layar. Proses seleksi harus berjalan jujur dan adil, tanpa adanya praktik suap atau ‘uang pelumas’ yang bisa melancarkan kepentingan tertentu.
“Jika sistem tetap dibiarkan dimainkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, maka sulit bagi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif,” katanya.
Di sisi lain, tambahnya, dampak dari PSU ini tidak hanya berkaitan dengan proses demokrasi, tetapi juga berimbas pada pembangunan daerah. Kabupaten Tasikmalaya sangat membutuhkan perbaikan infrastruktur, terutama jalan-jalan yang masih dalam kondisi memprihatinkan.
“Sayangnya, anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan harus terpakai untuk pembiayaan PSU. Dengan total kebutuhan anggaran mencapai sekitar Rp 43,7 miliar, pemerintah daerah menghadapi tantangan besar dalam menutupi kekurangan dana sebesar 36 milayar dari total sisa bantuan bantuan dari provinsi 50% dan sisa anggaran KPU sebesar Rp 7 miliar,” katanya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya bahkan menyatakan bahwa anggaran daerah saat ini sangat terbatas dan tidak mampu sepenuhnya menutupi biaya PSU.
“Hal ini berpotensi menyebabkan pengalihan dana dari sektor-sektor lain yang justru lebih dibutuhkan oleh masyarakat. Ketika anggaran difokuskan untuk PSU, proyek-proyek pembangunan yang mendukung kesejahteraan masyarakat bisa terhambat atau bahkan terhenti,” imbuhnya.
Melihat kondisi ini, lanjut Dina lagi, semua pihak harus belajar dari kesalahan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Penyelenggara pemilu, baik di tingkat daerah maupun pusat, harus memastikan bahwa setiap proses berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa ada celah untuk permainan politik.
“Masyarakat pun harus lebih kritis dalam mengawasi jalannya pemilu agar tidak ada penyimpangan yang merugikan kepentingan publik,” ungkapnya.
Menurutnya, Kabupaten Tasikmalaya membutuhkan pemimpin yang lahir dari sistem yang bersih dan demokratis, bukan dari permainan politik yang hanya menguntungkan segelintir orang.
“PSU ini menjadi pelajaran berharga bahwa kesalahan dalam penyelenggaraan pemilu bisa berdampak luas, baik terhadap stabilitas politik maupun kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya semua pihak berkomitmen untuk memperbaiki sistem demi masa depan Tasikmalaya yang lebih baik,” tandasnya. Red