Danramil Cigugur Diduga Intimidasi Wartawan Radar Tasikmalaya, Pemred Sandy Minta Langkah Tegas Makodim Pangandaran

Ilustrasi Intimidasi Wartawan saat Liputan | Net

Danramil Cigugur Diduga Intimidasi Wartawan Radar Tasikmalaya saat Liputan di Desa Cempaka, Pemred Radar Minta Langkah Tegas Makodim Pangandaran..

Pangandaran, Wartatasik.com – Kapten Inf Abdul Syukur, yang menjabat sebagai Danramil 2503/Cigugur, Kabupaten Pangandaran, diduga melakukan intimidasi terhadap seorang wartawan dari Radar Tasikmalaya, Den, saat melakukan wawancara dengan Kepala Desa Campaka, Wawan Herdiawan, Rabu (16/4/2025).

Sebagaimana dilansir Radar Tasikmalaya, dugaan intimidasi tersebut berlangsung di Kantor Desa Campaka, Kecamatan Cigugur, Pangandaran, sekitar pukul 12.01 WIB.

Pada saat itu, wartawan Radar hendak melakukan konfirmasi sebuah berita aspirasi dan tuntutan dari masyarakat Desa Cempaka terhadap kepala desa.

Setibanya di kantor desa, wartawan Radar Tasikmalaya diizinkan oleh staf desa untuk memasuki ruangan kepala desa.

Di dalam ruangan tersebut, terdapat tiga orang, termasuk kepala desa dan Danramil Cigugur.

Saat wartawan memulai wawancara dan menyalakan rekaman, Danramil Cigugur tiba-tiba meminta agar rekaman dihentikan.

”Matiin! Enggak usah direkam. Matiin-matiin. Anda merekam? Saya Danramil di sini, Cigugur. Matiin-matiin, perintah saya! Kamu kok belum kenal saya! Kamu sudah kenal saya belum?,” bentak Danramil kepada wartawan Radar.

Wartawan Radar Tasikmalaya sempat mencoba menjelaskan kepada yang bersangkutan bahwa perekaman wawancara ini bagian dari proses jurnalistik.

Namun, Danramil Cigugur itu kembali mendesak agar rekaman dihentikan.

”Ya udah matiin, saya Danramil Cigugur sini, biar kamu kenal, matiin-matiin. Ya matiin saja, enggak usah begitu caranya. Saya juga insan media, kalau Pak Kuwu bilang enggak ada, udah enggak usah ini, kamu buktinya mana? Udah biarkan saja, itu matiin dulu, nanti saya banting (handphone),” tuturnya.

Melihat situasi dan kondisi tersebut, wartawan Radar Tasikmalaya kemudian mematikan rekaman dan menghentikan proses wawancara dengan Kepala Desa Campaka untuk sementara.

Setelah kejadian tersebut, Danramil Cigugur meninggalkan ruangan dan berbicara dengan staf desa, sementara wartawan Radar melanjutkan wawancara dengan Kepala Desa.

Tindakan Danramil Cigugur ini kemudian dilaporkan oleh wartawan Radar kepada Dandim 0625/Pangandaran, Letkol Inf Indra Mardianto Subroto.

Tidak lama kemudian, Kapten Inf Abdul Syukur mendatangi Makodim 0625/Pangandaran dan menyampaikan permintaan maaf atas kejadian yang telah terjadi di Desa Campaka.

Dalam permintaan maafnya, Danramil mengakui bahwa tindakannya tersebut merupakan respons emosional yang tidak seharusnya dilakukan, terlebih lagi kepada seorang jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.

”Saya menyadari bahwa tindakan saya tidak tepat. Saya meminta maaf sebesar-besarnya atas kejadian tersebut. Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi saya ke depannya agar dapat bersikap lebih bijak dalam menghadapi situasi apa pun,” ungkapnya di Makodim 0625/Pangandaran.

Dandim 0625/Pangandaran, Letkol Inf Indra Mardianto Subroto, menegaskan,ia akan melakukan evaluasi internal terhadap bawahannya terkait insiden tersebut.

Indra juga menekankan pentingnya peran jurnalis sebagai kontrol eksternal, mengingat tidak semua pemerintah desa dapat mengelola Dana Desa dengan baik.

Keberadaan media sangat diperlukan untuk memberikan pengawasan yang objektif dan konstruktif dalam setiap kebijakan pemerintah desa.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Radar Tasikmalaya, Sandy Abdul Wahab, menyatakan kekecewaannya terhadap tindakan yang dilakukan oleh Danramil Cigugur yang diduga melakukan intimidasi terhadap wartawan Radar Tasikmalaya saat melaksanakan tugas jurnalistik di Desa Campaka, Kecamatan Cigugur.

Sandy menekankan pentingnya kebebasan pers dan perlindungan terhadap jurnalis yang bekerja untuk memberikan informasi kepada publik.

”Bagaimana seorang pejabat publik, yang seharusnya menjadi contoh tauladan dalam bertindak profesional, bisa melakukan intimidasi terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugasnya? Apakah ini berarti bahwa aparat keamanan, yang memiliki kewajiban untuk menjaga kedamaian dan keadilan, tidak memahami dan menghormati peran media dalam mengawal transparansi di masyarakat?,” ungkapnya.

Dijelaskan Sandy, merekam wawancara dengan narasumber adalah bagian dari keharusan wartawan, terlebih wartawan Radar Tasikmalaya untuk menjaga keakuratan dan kebenaran data.

”Tugas merekam saat wawancara bukanlah hanya sekadar kebiasaan, tetapi adalah kewajiban kami sebagai jurnalis untuk memastikan bahwa informasi yang kami sampaikan kepada publik akurat dan tidak terdistorsi. Tanpa rekaman, kami tidak dapat mempertanggungjawabkan validitas informasi yang kami berikan kepada masyarakat,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sandy mengungkapkan pertanyaan tentang langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pihak Kodim 0625/Pangandaran untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan, dan bagaimana evaluasi terhadap tindakan yang dianggap melanggar kebebasan pers akan dilakukan secara serius.

”Apakah akan ada sanksi atau tindakan konkret untuk menindaklanjuti insiden ini, agar seluruh pihak, terutama aparat, menghormati kebebasan pers sesuai dengan undang-undang yang berlaku?” ucap Sandy.

Sandy juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Pasal 4 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa ”Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Tindakan intimidasi yang dialami wartawan Radar Tasikmalaya, menurutnya, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan pers yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Lebih lanjut, Sandy mengingatkan pentingnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat.

Dalam konteks ini, jurnalis memiliki hak untuk melaksanakan tugas mereka tanpa hambatan apapun, termasuk intimidasi dari pihak manapun, agar informasi yang disampaikan kepada publik tetap objektif dan akurat.

Sandy juga mengingatkan, tindakan intimidasi terhadap jurnalis bisa merusak iklim kebebasan berpendapat dan menghambat transparansi dalam pengelolaan publik, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.

”Sebagai lembaga pers, kami akan terus mengawal dan menuntut hak kami sesuai dengan ketentuan yang ada. Kami berharap insiden seperti ini menjadi pembelajaran agar tidak ada lagi pihak yang merasa bebas untuk menghalangi tugas jurnalis,” ujar Sandy.

Ditegaskannya, Pasal 4 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa ”Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Red.

Berita Terkait