Kota, Wartatasik.com – Warga beberapa desa di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya merasa kecewa dengan kebijakan Bupati Uu Ruzhanul Ulum yang dianggapnya tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat. Kebijakan tersebut terkait pembangunan mata air Ciparay di Gunung Talaga Bodas yang dijadikan Depo Air Minum (DAM) tanpa mengkaji atau melihat manfaatnya selama ini.
Berdasarkan data yang dihimpun, mata air Ciparay merupakan sumber mata air yang mengaliri sekitar 550 hektar lebih sawah di Desa. Sundakerta, Kiarajangkung dan Kudadepa, sehingga dengan adanya pembangunan DAM itu wilayah tersebut terancam kekeringan. “Secara geografis, mata air itu masuk ke wilayah Kabupaten Tasik. Dan, sekarang akan ditarik ke daerah lain (Garut) untuk dibangun DAM,” ungkap warga setempat Dedi Supriadi, Sabtu (27/01/2018).
Menurutnya, pembangunan tersebut bisa berakibat buruk terhadap pengairan di wilayah Sukahening yang notabene sebagai salah satu lumbung padi dan telah memberikan prestasi bagi Bupati Tasikmalaya. “Kalau ini ditarik kita bakal terancam kekeringan. Mereka (pemerintah) harus tahu, bahwa sumber mata air ini sangat dibutuhkan. Saking butuhnya, warga pun sampai berebut. Jadi, jangan sampai mata air ini dijadikan air mata bagi masyarakat di sini,” jelas Dedi.
Diterangkan Ia, dari hasil penelusuran warga berkaitan dengan pembangunan DAM itu ternyata Bupati Uu Ruzhanul Ulum telah melakukan MoU dengan Bupati Garut di tahun 2015 lalu, dananya pun sudah menggelontor sekitar Rp 1,8 miliaran. “Entah dari mana sumbernya, hanya yang kami pertanyakan kenapa bupati tidak pernah menurunkan stafnya untuk mengkaji dulu guna mengetahui debit airnya. Kalau berlebih ya silahkan saja,” tambah Dedi.
Ia menyadari, urusan mata air dikuasai oleh negara tapi harus dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat, tidak untuk kepentingan kelompok, golongan apalagi pribadi. “Sejauh ini warga sudah menyatakan sikap kepada pemerintah namun tak digubris malah justru masyarakat yang disalahkan dan harus menurut pada keputusan pemerintah,” paparnya.
Selain itu, lanjut Ia, pertanggal 29 Desember 2017 warga pun sudah melakukan konfirmasi ke pihak Perhutani dan lagi-lagi hingga hari ini tidak mendapat jawaban pasti. “Padahal yang memiliki otoritas untuk pengelolaan hutan dari Negara adalah Perhutani. Permintaan dan harapan kami hanya satu, bahwa adanya satu sikap tegas dari Perhutani bahwa lokasi tersebut masuk ke wilayah hukum Kabupaten Tasik,” tutur Dedi.
Dengan kejadian tersebut, warga pun mensinyalir adanya upaya kepentingan politik dari seorang Bupati Tasik untuk meraih dukungan dari warga Garut dalam ajang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat yang sebentar lagi berlangsung. “Tapi, kami pun tidak akan tinggal diam. Bersama warga Insya Allah akan mengeksekusi membongkar pembangunan DAM itu hari Minggu besok, karena menjadi penghalang bagi kami,” tandas Dedi. Indra