Kota, Wartatasik.com – Akhir akhir ini, nama Maggot si pemakan limbah organik makin populer. Terlebih dikalangan birokrasi, swasta maupun masyarakat ‘berlomba-lomba’ budidaya belatung atau larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) ini.
Tidak hanya bermanfaat untuk penanganan sampah organik atau limbah rumahan maupun resto, belatung ini ternyata memiliki nilai jual yang menjanjikan.
Bagaimana tidak, larva yang memiliki kandungan protein tinggi yang sangat baik bagi pakan ternak ini dalam perawatan dan pemeliharaannya sangatlah relatif mudah. Dengan hanya memberikan sampah organik rumahan sebagai pakannya, persatu kilo maggot ini bernilai Rp 6 ribu hingga Rp. 8 ribu.
Dan untuk di Kota Tasikmalaya sendiri, hampir semua instansi/OPD melakukan budidaya maggot, terlebih Pj Wali Kota Tasik Cheka Virgowansyah gencar dalam opsih hingga membentuk Tim Satgas Sampah Tasik Resik.
Tak terkecuali, Disporabudpar Kota Tasikmalaya saat ini tengah melakukan budidaya maggot. Tak tanggung-tanggung, 80 peti tersedia di tempat pembudidayaan.
Ditemui Pengelola Budidaya Maggot Disporabudpar Arip yang juga sebagai Pematik atau Pegiat Maggot Tasik. Ia mengkui tengah melakukan indukan dulu.
“Dua kotak untuk penangkaran indukan yang menjadi lalat BSF, saat ini tengah dibangunkan tempat untuk metamorfosis larva ke lalat,” ujar Arip, Rabu (01/03/2023).
Dikatakannya, untuk siklus pertama kami buat indukan dulu buat edukasi ke masyarakat, selain penanganan sampah lebih mudah juga memiliki daya jual yang bisa membantu mengangkat perekonomian keluarga.
Dan memang lanjut Arip, Disporabudpar tidak menjadikan budidaya ini untuk komersil melainkan buat edukasi dalam pengurangan sampah khususnya organik.
“Mungkin siklus selanjutnya kita mungkin baru bicara untuk pendapatan budidaya ini. Alhamdulillah, dari proses penetasan telur hingga masuk masa panen untuk indukan tidak mengalami kendala dan bisa dikatakan berhasil,” ujarnya.
Ditanya proses indukan, lanjutnya, Ia membuat kandang berupa kotak yang dilapisi kain jaring untuk metamorfosisnya, “Agar tidak putus siklus, kita sediakan sebanyak-banyaknya larva jadi indukan. Karena pada proses peneluran lalat indukan langsung mati,” katanya.
Untuk itu, tambahnya, jumlah indukan haruslah banyak agar mencegah pemutusan siklus begitu pula dengan maggotnya harus banyak, pengembangbiakan pun tak terputus, “Indukan yang mati itu menjadi kasgot (bekas maggot) dan bisa dijadikan pupuk organik yang bagus untuk tanaman,” jelasnya.
Disinggung pakannya maggot dalam budidaya ini, Arip mengatakan hasil dari pemberian sejumlah restoran atau rumah makan, “Selanjutnya, kita proses jadi bubur lalu di permentasi selanjutnya dikasihkan maggot dua kali sehari,” terang pematik asal Setiaratu Cibeureum ini.
Dikisahkannya, ia merupakan pegiat maggot yang berhasil, sehingga hampir setiap rumah tangga di kampungnya itu menjadi pembudidaya maggot yang memiliki penghasilan sendiri.
“Dulu saya belajar budidaya ini dari Jogjakarta, Alhamdulillah saat ini di percaya Pak Kadisporabudpar untuk mengelola maggot di dinas ini,” jelasnya.
Ia pun mengatakan kunci sukses menjadi pembudidaya maggot, harus memiliki rasa suka, senang dan hobby. “Tidak gelian atau jijik an, Insyaallah proses tidak mengkhianati hasil,” tandasnya. Asron