
Tasikmalaya, Wartatasik.com – Ketua Tasik Policy Watch, Teni Ramdhani mendukung penuh terhadap pernyataan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi atau akrab disapa KDM, yang mengusulkan agar cukai harga tembakau (CHT) tidak dinaikkan lagi, bahkan bila perlu diturunkan.
Menurutnya, penurunan cukai rokok bisa menjadi solusi efektif untuk menekan peredaran rokok ilegal dan sekaligus meningkatkan pendapatan negara. Teni menegaskan bahwa kebijakan kenaikan cukai selama ini tidak memberikan efek signifikan dalam menurunkan jumlah perokok aktif di masyarakat.
“Meskipun pemberantasan rokok ilegal terus tunaikan, permintaan masyarakat terhadap rokok tetap tinggi. Harga rokok yang semakin mahal akibat kenaikan cukai, membuat masyarakat yang kecanduan rokok memilih beralih ke rokok ilegal,” tegas Teni, Minggu (23/3/25).
Pemberantasan rokok ilegal, lanjutnya, tanpa mengatasi masalah harga hanya memberikan celah bagi produksi rokok ilegal untuk tetap berjalan, “Karena permintaan di pasar masih ada, rokok ilegal tetap akan menjadi pilihan bagi masyarakat yang tidak mampu membeli rokok resmi,” jelas Teni.
Hal ini senada dengan pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi, yang menegaskan bahwa kenaikan cukai justru berdampak negatif bagi masyarakat miskin. “Kalau logikanya kenaikan cukai rokok untuk menekan agar rakyat tidak membeli rokok, malah terbalik,” ujarnya.
Rokok semakin mahal, lanjutnya, tetapi masyarakat tetap lebih memilih membeli rokok daripada telur untuk anak-anaknya, “Akibatnya, masyarakat miskin semakin tertekan karena harus mengorbankan gizi dan kebutuhan lain demi membeli rokok,” ujar Kang Dedi Mulyadi dalam siaran persnya.
Ditegaskannya, bahwa perokok aktif sangat sulit untuk berhenti hanya karena harga rokok naik. Berdasarkan teori adiksi nikotin, nikotin memiliki sifat adiktif yang mempengaruhi sistem saraf, menciptakan rasa tenang dan kecanduan.
“Ini menjelaskan mengapa banyak perokok tetap bertahan meski harga rokok meningkat. Dengan kenaikan cukai, mereka bukan berhenti merokok, tetapi beralih ke rokok ilegal yang lebih murah. Akibatnya, pemerintah kehilangan potensi pendapatan cukai yang besar, dan masalah kesehatan tetap tidak terselesaikan,” tambah Teni.
Menurutnya, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menunjukkan bahwa cukai tembakau merupakan salah satu penyumbang pajak terbesar bagi negara. Pada tahun 2025, penerimaan pajak dari cukai tembakau diperkirakan mencapai Rp22,98 triliun, meningkat dari Rp22,81 triliun pada tahun sebelumnya.
“Namun, peredaran rokok ilegal yang terus meningkat berpotensi menggerus pendapatan negara dari pajak resmi, mengingat banyaknya konsumen yang beralih ke rokok tanpa cukai karena harga yang lebih terjangkau,” terangnya.
Ia juga menekankan bahwa solusi menurunkan cukai rokok tidak hanya akan menekan peredaran rokok ilegal, tetapi juga membantu menjaga perekonomian masyarakat kecil yang bergantung pada pengeluaran sehari-hari.
Meskipun pemerintah pusat mungkin beralasan untuk menaikkan cukai demi mengurangi jumlah perokok aktif, Ia yang berada di lingkungan perokok aktif masyarakat tidak akan berhenti ada yang berhenti tapi bukan karena harga, harga rokok legal naik mereka berpindah ke rokok ilegal dan itu fakta coba Menkeu membuat survei atau turun ke lapangan.
“Solusi terbaik adalah menyeimbangkan harga rokok agar tetap terjangkau dan memperkuat pengawasan terhadap rokok ilegal, sehingga pendapatan negara dari cukai bisa meningkat kembali,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Teni Ramdhani menegaskan bahwa penurunan cukai rokok bukan hanya langkah strategis dalam menekan peredaran rokok ilegal, tetapi juga mampu meningkatkan pendapatan negara melalui cukai resmi.
“Saya mendukung penuh pernyataan Kang Dedi Mulyadi. Penurunan cukai rokok adalah solusi yang relevan dalam menekan rokok ilegal sekaligus menjaga stabilitas ekonomi masyarakat tanpa harus memaksakan kebijakan yang terbukti tidak efektif dalam mengurangi jumlah perokok aktif,” imbuhnya.
Solusi ini, tandasn Teni, juga bisa membawa dampak nyata terhadap pengelolaan pajak, sebagaimana langkah Kang Dedi yang berhasil mengembalikan uang pajak kendaraan bermotor, yang per hari ini sudah mencapai 10 miliar. “Kebijakan ini merupakan solusi ekonomi yang lebih realistis dan berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat,” tutup Teni. Red.