Referensi – Dalam pandangan Franz Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, yang memberi kita norma tentang bagaimana kita hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis terhadap norma atau ajaran moral melakukan refleksi kritis atas norma tau ajaran moral tersebut. Etika sekaligus kurang dan lebih ajaran moral.
Kurang karena etika tidak berwenang untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan yang tidak. Lebih karena etika berusaha untuk mengerti mengapa, atau atas dasar apa kita harus hidup menurut norma-norma tertentu Jika ditarik benang merahnya, etika diartikan sebagai salah satu dari sistem nilai, kode etik, atau sebuah ilmu. Etika sebagai sistem nilai bercorak normatif, etika sebagai kode etik bersifat teknis dan praktis, dan etika sebagai ilmu bercorak sistematis dan ilmiah.
Sedangkan pengertian dari etika politik yaitu merupakan filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, atau cabang filsafat yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik. Dalam praktiknya, etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggung jawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata
Sering kali kita melihat sebuah berita terkait pejabat publik di Jepang mengundurkan diri dari jabatannya dikarenakan terkait berita mengenai kegagalannya dalam menjalankan tugasnya. Ini terjadi akibat dari sejarah Jepang dan nilai-nilai tradisional yang dianut oleh masyarakat Jepang.
Dimana orang-orang Jepang terkenal memiliki nilai-nilai pengorbanan diri dan dedikasi yang tinggi terhadap komunitasnya. Nilai lain yang dianut oleh orang-orang Jepang yaitu loyalitasnya terhadap keluarga, kampung halaman, komunitas bahkan negara.
Bahkan di Jepang terdapat sebuah tradisi yang bernama seppuku (harakiri), yang merupakan sebuah bentuk loyalitas dari masyarakat Jepang atau para samurai pada masa itu dengan cara menusuk perutnya dengan pedang sebagai bentuk menebus kesalahan demi kehormatan dan harga diri.
Di era modern masyarakat Jepang nilai-nilai tradisional tersebut diwariskan dalam bentuk kerja keras, pelayanan kinerja nyata, rasa hormat dan moral yang tinggi terhadap komunitas dan negara. Nilai-nilai tradisional tersebut sudah melekat dalam diri masyarakat Jepang. Didalam etika politik dan pemerintahan masyarakat Jepang pengunduran diri para pejabat di Jepang merupakan sebuah tanggung jawab karena gagal menjalankan tugasnya dan merugikan banyak orang.
Yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan yang terjadi di Jepang. Yang mana para politisi di Indonesia seakan-akan tidak pernah merasa gagal dalam menjalankan tugasnya meskipun telah merugikan banyak orang. Bahkan ketika dinyatakan telah terlibat dalam kasus korupsi para politisi di Indonesia seperti tidak memiliki rasa tanggung jawab sedikit pun.
Seperti yang terjadi pada Harun Masiku seorang politisi PDIP yang sampai saat ini menjadi buronan KPK terkait kasus suap yang dilakukannya bahkan telah masuk ke daftar buronan dunia. Alih-alih mempertanggungjawabkan atas perilakunya Harun Masiku dikabarkan telah bersembunyi ke beberapa negara seperti Singapura, Malaysia hingga Kamboja.
Semenjak kasus ini berlangsung pada tahun 2020 Harun Masiku masih belum ditangkap hingga kini telah tiga tahun menjelang. Bahkan jika kita melihat daftar pencalonan legislatif 2024 banyak nama-nama mantan narapidana korupsi berhasil mencalonkan kembali dirinya menjadi calon pejabat publik di Indonesia.
Sama seperti Jepang, Indonesia juga memiliki nilai-nilai tradisional yang juga ditanamkan sejak dulu seperti, nilai-nilai agama, budaya dan adat istiadat yang beragam tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya antara lain, gotong royong, kerja keras, toleransi, tanggung jawab dan lain-lain.
Nilai-nilai tersebut sangat dianut dan dihormati oleh setiap elemen masyarakat di Indonesia. Dilihat dari etika politik nilai-nilai tradisional yang telah tertanam dan dihormati oleh elemen masyarakat tidak tampak pada para elit politik dan para politisi di Indonesia tidak seperti para politisi di Jepang nilai-nilai tradisional yang tertanam di masyarakat tampak pada para politisi Jepang.
Meski sulit untuk membandingkan Indonesia dan Jepang terlebih adanya perbedaan ekonomi, sosial dan budaya yang ada di masing-masing negara. Namun bisa menjadi sebuah pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk terus maju ke arah perubahan yang lebih baik. Indonesia diharapkan bisa mengejar ketertinggalannya terhadap negara maju lainnya.
Tentunya ini bergantung pada masyarakat Indonesia sendiri baik dari politisinya, generasi mudanya juga elemen-elemen masyarakat yang ada di Indonesia. Diharapkan Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan modern dengan menanamkan nilai-nilai tradisionalnya yang luhur. **
Penulis: Mochamad Akmal Fachreza
Mahasiswa Universitas Siliwangi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik