Kota, Wartatasik.com – Fenomena seorang nenek yang suka mangkal tengah malam di salah satu sudut tempat di Kota Tasikmalaya menjadi perbincangan publik. Warga setempat pun menyebut wanita paruh baya itu dengan ucapan si Layung.
Tak hanya itu, persoalan di Kota Tasikmalaya terkait Kamtibmas seperti geng motor masih belum mereda, sehingga manjadi pekerjaan rumah baik pemerintah daerah.
Lantaran itu, Komisi IV DPRD kota Tasikmalaya melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dengan Dinas PPKBPPPA, Disporabudpar, Dinas Sosial, Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran di ruang Banggar DPRD kota Tasikmalaya, Senin (11/01/2020).
Rapat tersebut, dalam rangka meningkatkan peranan anggota keluarga sebagai salah satu upaya mempertahankan dan penguatan kehidupan keluarga yang harmonis di dalam keluarga.
Komisi IV sekaligus pimpinan rapat Dede Muharam menjelaskan, yang menjadi sorotan dewan di tengah pandemi ini adalah fenomena yang terjadi dan santer di media sosial belakangan ini.
“Pada intinya komisi IV sangat miris dan khawatir atas kejadian yang menjadi konsumsi publik tentang si layung juga geng motor yang sudah banyak laporannya, bahkan sudah terjadi korban, maka komisi IV punya tanggung jawab moral,” ungkapnya.
Pihaknya pun kata Dede, sengaja mengundang OPD terkait untuk berdiskusi menyamakan persepsi pemahaman untuk menyelesaikan persolan yang muncul. Sebab, ketika OPD tidak melakukan komunikasi dan koordinasi ini tidak akan menemukan penyelesaian.
Dede menyebut, dalam rapat ini telah terjadi kesepakatan diantara mereka (OPD) untuk saling koordinasi dan komunikasi seperti Satpol PP yang memiliki tupoksi menindak, tetapi tidak bisa melakukannya ketika mereka tidak memiliki legalitas kuat.
“Kedepannya, bersama dinas OPD terkait akan ada langkah langkah dan progres dalam menghadapi persolan yang ada sekarang, termasuk si Layung didepan PLN yang selalu ada, ini adalah keadaan yang mendesak sehingga mereka melakukan hal hal seperti itu,” tuturnya.
Dede berpendapat, bahwa ini adalah tugas negara dan meraka harus diangkat posisinya bukan dibinasakan, tetapi dibina apalagi ketika diberikan posisi dan otoritas jabatan, maka ini sudah menjadi tugas bersama tampil menjadi yang terdepan.
“Kendala dari pemerintah sendiri adalah koordinasi yang saling mengandalkan, padahal ini adalah tanggung jawab bersama dan jangan bersikap egosektoral, harus di rubah maindsetnya dan harus dibangun komunikasi dan kolaborasi dari dinas terkait untuk penyelesainnya,” ujar Dede.
Kepala Dinas PPKBP3A Hj Nunung Kartini menerangkan, menyikapi yang sudah dibahas bahwa sebenarnya program dari dinasnya adalah bersifat prepentif, jadi bukan yang sudah terjadi tetapi supaya tidak terjadi hal seperti itu.
“Kami memberikan pembinaan terhdap kelompok bina keluarga balita, lansia dan lainnya. Kami selalu sosialisasi menjelasakan delapan fungsi keluarga, jika satu saja salah satu fungsi agama dilaksanakan di keluarga, akan meminimalisir kejadian seperti itu,” beber Nunung.
Terkecuali lanjutnya, ada kejadian yang kekerasan terhadap perempuan dan anak. Itu akan ditindaklanjuti dari penanganan kasus tersebut, DPPKBP3A akan bergerak bersama tim dari dinas, polres, dinsos dan lembaga terkait.
“Tupoksi dinas sosial dengan dinas kami sangat berbeda, yang paling utamanya adalah program yang kami punya adalah peka (perempuan kepala keluarga), maka itu yang disentuh langsung oleh kita,” pungkasnya. Suslia.