Wartatasik.com – Penyakit merupakan salah satu hambatan dalam kegiatan budidaya ikan dan sangat merugikan bagi para petani. Dalam penanggulangannya, seringkali digunakan antibiotic sebagai solusi pengobatan. Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan efek resisten pada bakteri patogen serta mengakibatkan pencemaran pada lingkungan (Yuhana dan Sukenda 2008).
Oleh karena itu diperlukan obat alternatif lain yang lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek resisten terhadap bakteri. Beberapa bahan fitofarmaka telah digunakan untuk menanggulangi penyakit MAS, diantaranya adalah daun sirih, pepaya dan katapang.
Ekstrak daun sirih, pepaya dan ketapang masing masing memiliki kesamaan senyawa antibakteri yaitu flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid yang bersifat antibakteri (Ningrum 2009), (Haryani 2012) dan (Hidayat 2006). Senyawa antibakteri juga terdapat pada lidah buaya.
Menurut Purbaya (2003) ekstrak kulit lidah buaya mempunyai kandungan zat aktif yang sudah teridentifikasi seperti saponin, flavonoid, tanin, sterol dan acemannan. Kemampuan tanaman lidah buaya sebagai antibakteri dikarenakan mengandung senyawa aktif 12 jenis antrakuinon sebagai antibakteri dan antivirus yang potensial (Saeed et al 2003).
Selain antrakuinon, lidah buaya mengandung kuinon, saponin, aminoglukosida, lupeol, asam salisilat, tanin, nitrogen urea, asam sinamat, fenol, sulfur, flavonoid dan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antimikroba (Agarry et al 2005).
Lidah buaya memiliki beberapa nutrisi yang ikut berperan dalam proses penyembuhan luka. Gel lidah buaya mengandung karbohidrat yang terkait dengan karakteristik terapeutik, seperti penyembuhan luka dan aktivitas anti-inflamasi. Lidah buaya juga mengandung zat aktif manosa, glukomannan, acetylated mannose (acemannan), flavonoid dan saponin.
Klasifikasi dan Morfologi Lidah Tanaman lidah buaya (Aloe vera) termasuk dalam famili Liliaceae. Tanaman ini dapat tumbuh di iklim tropis dan subtropis yang dicirikan oleh daun seperti pisau dengan bagian tepi bergerigi tajam. Daun lidah buaya terdapat komponen utama yaitu yellow latex di bagian kulit luar dan gel (mucilage) pada bagian dalam (He et al., 2005).
Menurut Chang et al. (2006) tanaman lidah buaya banyak digunakan sebagai makanan kesehatan, kosmetik dan obat-obatan dan dipercaya dapat berfungsi sebagai antitumor, antidiabetes dan pelembab. Menurut Furnawanthi (2002) taksonomi Aloe vera sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Filum : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Famili : Liliaceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera
Lidah buaya sama seperti tanaman lainnya yang mempunyai struktur akar, batang, dan bunga, namun yang sering digunakan di dalam pengobatan adalah bagian daging. Lidah buaya merupakan daun tunggal berbentuk tombak dengan helaian memanjang berupa pelepah dengan panjang mencapai kisaran 40–60 cm dan lebar pelepah bagian bawah 8–13 cm dan tebal antara 2–3 cm.
Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu – abuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah dan lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung).
Daun lidah buaya muda memiliki bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat daun lidah buaya dewasa. Namun tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Furnawanthi 2002) .
Kandungan dan Manfaat lidah buaya Menurut Minjares et. al (2017) sifat-sifat yang bermanfaat pada lidah buaya, seperti polisakarida bioaktif, khususnya polimer penyimpanan yang dikenal sebagai acemannan, dan senyawa fenolik yang berbeda, tampaknya menjadi komponen kunci untuk menjelaskan sebagian besar sifat farmakologis yang dikaitkan dengan tanaman lidah buaya.
Lidah buaya mampu menstimulasi kekebalan tubuh karena senyawa aktif acemannan berfungsi mengaktifkan sel imun Selain itu, lendir lidah buaya tidak hanya meningkatkan jumlah kolagen di tempat luka, tetapi juga meningkatkan koneksi transversal antar ikatan sehingga sebagai hasilnya mempercepat perbaikan luka (Boudreau et al 2006) Lidah buaya juga mengandung saponin berfungsi sebagai antiseptik selain itu senyawa quinon pada lidah buaya digunakan sebagai antibakteri.
Senyawa alkaloid dalam lidah buaya mampu meningkatkan daya tahan tubuh (Gusviputri et. al 2012). Lidah buaya juga mengandung senyawa tanin sebagai antibakteri. Tanin memiliki daya antibakteri dengan cara mempresipitasikan protein.
Secara umum efek antibakteri tanin antara lain reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim dan inaktivasi fungsi materi genetik bakteri (Aminah 2014). Lidah buaya juga mengandung saponin yang dapat menyebabkan kerusakan struktur lemak membran bakteri sehingga dinding sel bakteri akan ruptur dan lisis kemudian mati.
Polisakarida lidah buaya juga telah dikaitkan dengan aktivitas bakteri langsung melalui stimulasi leukosit fagositik, yang menghancurkan bakteri (Sánchez-Machado et. al 2017). Menurut Choi & Chung (2003) seluruh bagian lidah buaya yang diekstrak mengandung polisakarida, dan flavonoid.
Menurut Parubak (2013) flavonoid berpotensi sebagai senyawa antibakteri, anti kanker dan antibiotik. Senyawa flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai sistem pertahanan dan dalam responsnya terhadap infeksi oleh mikroorganisme, sehingga tidak mengherankan apabila senyawa ini efektif sebagai senyawa antimikroba terhadap sejumlah mikroorganisma.
Flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki bermacam-macam efek antara lain efek antioksidan, anti tumor, anti radang, antibakteri dan anti virus. Flavonoid bekerja dengan cara merusak sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati.
Flavonoid juga bersifat anti inflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau peradangan pada luka (Rahman 2008).
Keistimewaan lain dari lidah buaya terletak pada kandungan zat nutrisinya (terutama glukomannan) yang bekerjasama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase dan lipase terutama enzim- enzim pemecah protein (protease).
Lidah buaya mengandung gugus glikosida yang merupakan gugus aminoglikosida yang bersifat antibiotik. Senyawa ini akan berdifusi pada dinding sel bakteri dan proses ini berlangsung lama dan terus menerus dalam suasana aerob.
Setelah masuk ke dalam sel, kemudian diteruskan pada ribosom yang menghasilkan protein, sehingga akan menimbulkan gangguan pada proses sintesa protein dan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan protein sel bakteri.
“Sumber Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit Ikan “
Kegunaan lain dari lidah buaya adalah sebagai sumber imunostimulan yang membantu pencegahan penyakit pada ikan. Penggunaan lidah buaya sebagai imunostimulan sangat direkomendasikan mengingat senyawa yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan imunostimulan beberapa diantaranya yaitu Flavonoid, Acemannan dan Aloe emodin yang berfungsi sebagai imunostimulan, anti inflamasi dan anti mikroba. Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan lidah buaya sebagai sumber imunostimulan pada beberapa jenis ikan.
Aeromonas hydrophila merupakan penyebab Motile Aeromonad Sepricemia (MAS). Pada penelitian ini, pakan mengandung serbuk lidah buaya diaplikasikan sebagai imunostimulan untuk mengobati penyakit MAS pada ikan biawan (Helostoma teminchii).
Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan 5 perlakuan 3 ulangan yaitu perlakuan A (KN 0 g/kg pakan serbuk), B (KP 0 g/kg pakan serbuk), C (20 g/kg pakan serbuk), D (30 g/kg pakan serbuk) dan E (40 g/kg pakan serbuk). Pakan uji diberikan selama 7 hari sebelum uji tantang dan 14 hari setelah uji tantang.
Uji tantang dilakukan dengan menyuntikan suspensi bakteri Aeromonas hydrophila dengan dosis 108 sel/cfu sebanyak 0,1 ml secara intramuscular. Variabel pengamatan meliputi respon makan, pertambahan bobot, eritrosit, leukosit, hematocrit, heamoglobin dan kelangsungan hidup.
Hasil yang diperoleh menunjukkan perlakuan KP jumlah eritrosit, leukosit, hematocrit dan heamoglobin memiliki jumlah yang paling rendah dan perlakuan dosis serbuk lidah buaya 40 g hampir mendekati jumlah pada perlakuan KN yang merupakan sebagai pembanding pada perlakuan lainya.
Pemberian pakan yang mengandung serbuk lidah buaya sebanyak 20, 30, dan 40 g/kg dapat mengurangi tingkat mortalitas dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Serbuk lidah buaya melalui pakan memeberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan biawan pasca infeksi. Dosis serbuk lidah buaya 40 g/kg menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan dosis yang lain. (Prasetio 2018) .
Ekstrak lidah buaya juga dapat diaplikasikan sebagai imunostimulan untuk mengobati penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp. Dosis ekstrak lidah buaya yang ditambahkan ke dalam pakan adalah 10, 20, dan 40 g/kg bobot kering. Ikan uji diberikan pakan perlakuan selama 7 hari setelah uji tantang.
Gejala klinis diamati setiap hari pasca uji tantang, sedangkan uji hematologi diamati pada hari ke-3, 5, dan 8 pasca uji tantang. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pakan yang mengandung ekstrak lidah buaya sebanyak 10, 20, dan 40 g/kg dapat mengurangi tingkat mortalitas dan gejala klinis jika dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif.
Dosis 40 g/kg menunjukkan hasil terbaik dan berbeda nyata dengan dosis yang lain. Gambaran darah menunjukkan kecenderungan yang tidak spesifik antara dosis 10, 20, 40 g/kg yang diwakili oleh jumlah eritrosit, total leukosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin (Iqbal, 2020)
Penelitian lain dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh pemberian serbuk lidah buaya sebagai imunostimulan terhadap pengamatan profil histopatologi organ ginjal ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas hydrophila.
Hasil yang diperoleh adalah pemberian Serbuk Lidah Buaya (Aloe vera ) berpengaruh signifikan terhadap histopatologi ginjal ikan mas (Cyprinus carpio) yang dibuktikan melalui kerusakan kongesti dan nekrosis. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk Lidah Buaya sebagai imunostimulan yang diuji tantang bakteri A. hydrophila berpengaruh terhadap kerusakan jaringan dengan parameter nekrosis dan kongesti.
Terbukti dari selang kepercayaan pemberian serbuk Lidah Buaya sebagai imunostimulan ikan Mas yang diuji tantang dengan A. hydrophila dapat dikatakan sangat erat karena hasilnya mendekati 100%.(Ghoniyah 2016) .
Pemberian lidah buaya sebagai imunistimulan dapat juga diberikan dalam sediaan cair, berupa jus. Perlakuan dengan menggunakan jus lidah buaya pada ikan mas (Cyprinus carpio), terdiri dari dosis yaitu 0 m1/kg, 200 m1/kg, 400 ml/kg, 600 ml/kg, 800 ml/kg dan 1000 ml/kg.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai indeks fagositik ikan mas pada perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan dosis lidah buaya 600 ml/kg rata-rata nilai indeks fagositiknya tertinggi yaitu sebesar 61%, sedangkan nilai indeks fagositik terendah ditunjukkan pada kontrol (0 ml/kg) yaitu sebesar 35%.
Nilai Fagocytic Rate atau jumlah sel fagosit yang memfagosit bakteri Aeromonas hydrophila mengalami peningkatan setelah perlakuan yaitu kontrol (0 ml/kg) = 26,31%, 200 ml/kg = 30,76%. 400 ml/kg = 33,56%, 600 ml/kg = 52,18%, 800 ml/kg = 40,74% dan 1000 ml/kg = 33,83%. Kelulusan hidup ikan mas meningkat setelah diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila.
Peningkatan tertinggi pada dosis 600 ml/kg sebesar 87,5%. Gejala klinis ikan mas setelah diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila adalah terjadi peradangan kulit dan sirip, gerakan lambat, lemas, respon makan menurun dan perut menggembung.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian jus lidah buaya (Aloe vera) yang dicampur dengan pakan buatan dapat meningkatkan respon imun non spesifik dan kelulusan hidup (SR) ikan mas (Cyprinus carpio L). Dosis optimum pemberian lidah buaya (Aloe vera) dalam pakan buatan adalah 600 ml/kg.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian pada beberapa ikan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dilihat bahwa lidah buaya memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber imunostimulan dalam pakan ikan yang murah dan efisien.
Penulis : Yuli Andriani
Laboratorium Akuakultur, Departemen Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.