Kota, Wartatasik.com – Keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) adalah sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi diantara korban dan terdakwa, kadang-kadang juga melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum.
Terkait kasus Pasal 167 yang di alami oleh (D) pada pemberitaan sebelumnya, setelah meminta tanggapan dari Kasi Pidum Ahmad Fuadi SH.MH, Kejari Kota Tasikmalaya mengatakan bahwa aturan Kejaksaan Negeri dengan Kepolisian berbeda.
“Program RJ keluar dari Kejaksaan Agung. Terkait RJ yang kita keluarkan untuk kasus saudara (D), bertujuan untuk mengamankan dulu korban. Karena, aturan kita dengan Kepolisian berbeda,” ungkap Fuadi.
Menurutnya, dikarenakan perdamaian lewat Kepolisian sulit di capai, karena adanya organisasi yang ikut tinggal di tempat tersebut, maka dari kepolisian diarahkan ke Kejari untuk menindaklanjuti serta memediasi.
“Dari situ terjadilah RJ. Itupun setelah P21 dan dihadiri oleh kedua belah pihak serta tokoh masyarakat. Pada saat eksekusi pengosongan tempatnya, kami juga ikut menyaksikan dan adanya RJ juga hasil penilaian para ahli serta di fasilitasi di Rumah RJ yang beralamatkan Kelurahan Sambongjaya, Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya,” bebernya.
Lanjut Fuadi menambahkan bahwa memang RJ di peruntukan bagi mereka yang terkena ancaman pidana di bawah 5 tahun kerugian di bawah 2,5 juta, “Serta bagi mereka yang belum pernah di hukum dan harus ada perjanjian perdamaian,” tambahnya.
Fuadi mengatakan bahwa jika korban tersebut merasa keberatan maka dilanjutkan ke persidangan Pengadilan.
“Termasuk saudara (D) kenapa kami upayakan keluar RJ karena (D) belum pernah terjerat hukum. Dalam kasus ini ancamannya hanya 9 bulan penjara, setelah masuk pada tahap ke dua, kami di beri waktu 14 hari oleh Kejaksaan Agung agar surat masuk,” ujarnya.
Selanjutnya dirinya menyebutkan bahwa setelah surat RJ masuk ke Kejaksaan Agung, jawaban di tolak atau tidaknya berarti di luar 14 hari tersebut, “Itu pun melalui zoom se-Indonesia. Lalu, ternyata jawaban dari Kejaksaan Agung menolak RJ tersebut,” sebutnya.
Untuk kasus saudara (D) ini, pihaknya sedang menunggu tuntutan dari Kejaksaan Agung dan masih dalam tahap proses.
“Makanya kami minta waktu kepada Pengadilan atas pembacaan tuntutan tersebut yang belum keluar dari Kejaksaan Agung,” imbuhnya.
Kemudian Fuadi mengatakan bahwa itulah tahapan-tahapan yang harus di tempuh. Terkait penolakan RJ dari Kejaksaan Agung, pihaknya mengatakan bahwa sudah lama di terima dan dengan sangat mohon maaf tidak bisa kita publikasikan.
“Tetapi nanti rekan-rekan media yg sekarang hadir bisa melihatnya,” tuturnya.
Dirinya mengatakan bahwa di UU No.15 tahun 2020 pasal 12 ayat 3 menerangkan bahwa, RJ akan di setujui atau di tolak oleh Kejaksaan Agung paling lama 3 hari setelah keluarnya RJ.
“Terkadang kendala kita terhambat pada kedua belah pihak yang di damaikan. Karena, masing-masing pihak memiliki power tersendiri. Disini kami hanya memediasi dan disinilah kami terhambat serta terlambat. Untuk eksekusi pengosongan juga memakan waktu 3 hari setelah RJ itu keluar,” ucap Fuadi.
Namun di tempat yang berbeda, dibantah oleh Hendra selaku aktivis Himpunan Mahasiswa dari Institut Nahdatul Ulama (INU) terkait jawaban dari Kasi Pidum, dan mengatakan bahwa P21 Pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap, P21A Pemberitahuan susulan hasil penyidikan sudah lengkap, P21 Penyerahan tersangka dan barang bukti.
BACA JUGA: Penasehat Hukum Kaget ketika RJ Ditolak: Tidak ada Konfirmasi dari Kejaksaan
“Menurut peraturan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) berhak menghentikan penuntutan terhadap terdakwa dalam kasus-kasus tertentu, apabila pihak korban dan terdakwa sudah sepakat damai,” ucap Hendra.
Apakah bisa RJ dilakukan setelah adanya P21 ?
Klo akan naik ke pengadilan, kenapa harus dibuat RJ,? kata Hendra
“Mendingan nanti aja lihat seperti apa presentasi saya di BAP Kejagung-RI ketika ada pemanggilan terkait lapdu saya sebelumnya ke Jamwas. Untuk sementara ini saya tidak mempersalahkan statment dari pihak JPU,” imbuhnya.
Dirinya menambahkan bahwa sebagai Mahasiswa yang belajar Hukum Pidana dan Perdata masih belum maksimal terkait jawaban dari JPU tersebut.
“Daripada belum pasti, mendingan kita lihat nanti hasil BAP di Kejagung-RI seandainya pelaporan saya di tindaklanjuti oleh Jamwas,” pungkasnya. Sus