Kota, Wartatasik.com – Andriana Nugraha Aktifis Jaringan Gusdurian Tasikmalaya menyoalkan surat edaran pemerintah Kota Tasikmalaya mengenai pembatasan operasional sampai jam 20.00 Wib adalah kebijakan yang tidak logis parsial dan tidak komprehensif karena mengesampingkan aspek keadilan serta nurani multielemen.
Ia menyebeut ada banyak elemen yang tentu merasakan ketidakadilan salah satunya pedagang/penjual yang notabene mulai beroperasi dimalam hari. lain hal dengan pedagang yang biasa beroperasi dipagi hari yang secara otomatis mendapatkan kelonggaran waktu lebih sampai 12 jam.
“Tapi disisi lain ada juga penjual yang biasa buka di sore hari seperti caffe, nasi goreng, pecel lele dan sebagainya, yang hanya bisa mendapatkan waktu operasional hanya 3 sampai 4 jam. jadi, adilnya dimana? Lah ini pemerintah nggak ngerti persoalan memang, dan ini adalah bentuk diskriminasi kebijakan,” ujarnya, Kamis (24/12/20).
Selain itu katanya, ada fenomena dimana ketika waktunya sudah lewat jam 20.00 wib beberapa pedagang/penjual yang biasa memulai operasionalnya pada sore/malam hari itu ngeyel dan harus berjualan secara sembunyi-sembunyi agar tidak dikenakan sanksi oleh kelompok patroli.
“Dan menurut saya itu logis, karena seperti yang sudah saya paparkan diatas itu tindakan spontan yang mungkin ketidak inkonsistenan terhadap surat edaran adalah sebagai bentuk melawan kedzaliman dan ketidakadilan. ketika yang lain memiliki waktu longgar mereka hanya memiliki waktu sebentar untuk berusaha agar bisa menyambung hidup di esok hari,” ucapnya.
Memperhatikan itu, pemkot seharusnya membuat surat edaran yang adil, konstruktif kritis dan humanis yang konsekwensinya tidak menegasikan kebutuhan ekonomi masyarakat baik dari level low maupun high class serta tetap antisipatif pada pandemi.
“Menurut pandangan kami seharusnya surat edaran tidak sediskriminatif itu, alias (merugikan kelompok tertentu). solusinya adalah bahwa kenapa kemudian tidak melakukan pembatasan akses konsumen/pembeli (manusianya) dengan cara platform jualbeli digital. jangan membatasi manusia untuk tetap bisa menyambung hidup dengan usahanya, yang harus diingat bahwa seharusnya pemerintah melawan penyakitnya bukan ekonominya. Makanya tugas pemerintah dalam hal ini adalah to respect, to fullfill & to protect,” tandasnya.
Senada diungkapkan Faisal pemerintah harusnya membuat penggolongan jenis usaha, seperti menggolongkan pelaku usaha penyedia kebutuhan primer dan penyedia kebutuhan sekunder, setelah pemerintah sudah bisa menggolongkan itu semua, baru pemerintah berbicara jam operasional dan membagi waktu pada tiap-tiap pelaku usaha.
“Yang harus digarisbawahi bahwa solusi ini bukan untuk memukul rata jam penutupan, melainkan untuk memberlakukan lama nya waktu operasional golongan/klasifkasi usaha dari mulai berjualan sampai maksimal 10jam secara adil. Dengan demikian, tidak akan ada lagi ketidakadalian, kengeyelan dan kebijakan yang melawan demokrasi,” pungkasnya. Ndhie