Sejumlah Dosen dan Mahasiswa Unsil Gelar Giat Pengabdian Masyarakat di SMA N 3 Kota Tasikmalaya

Sumber foto: dokpri

Upaya Peningkatan Cakupan Minum Tablet Tambah Darah (TTD) dan Sadar Gizi pada Remaja sebagai Intervensi Spesifik Stunting Melalui Peer Education dan Media Komik Kesehatan di SMA Negeri 3 Kota Tasikmalaya..

Tasikmalaya, Wartatasaik.com – Dosen bersama sejumlah Mahasiswa Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya telah berhasil melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan skema Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat yang memperoleh hibah pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pada Senin, 2 September 2024.

Kegiatan tersebut mengusung tema “Upaya Peningkatan Cakupan Minum Tablet Tambah Darah (TTD) dan Sadar Gizi pada Remaja sebagai Intervensi Spesifik Stunting Melalui Peer Education dan Media Komik Kesehatan di SMA Negeri 3 Kota Tasikmalaya:.

Dalam pengabdiannya yang difokuskan di SMA 3 Tasikmalaya, tim dosen yang terdiri dari Nissa Noor Annashr, Aveny Septi Astriani dan Riska Sarofah, serta tim mahasiswa yang terlibat yaitu Reyhandara Habib Yanuar dan Krisna Yanti memberikan pelatihan kepada anggota PMR agar mereka bisa memberikan peer education (Pendidikan teman sebaya) mengenai pentingnya minum Tablet Tambah Darah (TTD) yang sudah dibagikan oleh pemerintah sebagai upaya pencegahan anemia pada remaja.

Ketua Tim Pengabdian Masyarakat, Nissa Noor Annashr mengatakan, aksi tim pengadian masyarakat yang terdiri dari dosen Prodi Kesehatan Masyarakat, Pendidikan Bahasa Indonesia dan Ilmu Politik sebagai bentuk kontribusi insan pendidikan dalam mengatasi masalah anemia pada remaja yang akan berisiko meningkatkan kasus stunting pada anaknya kelak.

“Pengabdian kepada masyarakat merupakan tugas tri dharma perguruan tinggi dosen. Di samping pendidikan (pengajaran) dan penelitian untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Tasikmalaya,” ungkap Nissa.

Ia menjelaskan, kali ini tim dosen Unsil menyoroti masalah kesehatan. Terutama kasus anemia.

“Kegiatan pengabdian dilakukan di SMA 3 Tasikmalaya dilatarbelakangi karena SMA 3 terletak di wilayah kerja Purbaratu. Berdasarkan Data Dinas Kesehatan, diketahui Puskesmas Purbaratu memiliki kasus anemia 31,96% pada tahun 2023, dimana persentase remaja putri yang mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) hanya 51,86%, angka tersebut menunjukkan paling rendah di Kota Tasikmalaya,” ujarnya.

Hal tersebut juga, lanjutnya, menunjukkan belum tercapainya target pemerintah sebesar 58%, “Lebih jauh lagi, Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan memaparkan target cakupan minum TTD bagi remaja putri di Kota Tasikmalaya tahun 2023 sebesar 75% serta pada tahun 2024 targetnya 90%,” tuturnya.

Ia menambahkan, berdasarkan data Puskesmas Purbaratu tahun 2023, dari hasil pemeriksaan Hemoglobin pada 60 orang siswi kelas X SMA N 3 Tasikmalaya menunjukkan sebanyak 15 orang siswi (25%) SMA N 3 mengalami anemia dengan rincian, 9 orang mengalami anemia ringan, 5 orang mengalami anemia sedang dan 1 orang mengalami anemia berat.

“Kota Tasikmalaya menempati urutan tertinggi ke-9 kasus stunting di Provinsi Jawa Barat (Jabar). Untuk mengatasi permasalahan ini harus dilakukan bersama-sama dengan kerjasama lintas sektor dan perlu digalakkan cara pencegahannya agar kasus stunting tidak terus meningkat salah satunya dapat ditekan dengan mencegah anemia pada remaja putri dengan mendorong mereka mau minum TTD setiap minggunya,” terangnya.

Nissa menuturkan, rendahnya cakupan minum TTD oleh remaja putri karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai manfaat TTD. Hal ini diperkuat dengan informasi dari Pembina PMR SMA N 3 Tasikmalaya yang menyatakan pihak sekolah sudah memperoleh TTD dari puskesmas hanya kesadaran siswi untuk mengonsumsinya masih rendah.

“Pihak sekolah merasa kesulitan mendistribusikan TTD kepada para siswi karena mereka menolak mengonsumsinya dikarenakan bau dari obat tersebut menyengat, serta rasanya tidak enak bahkan menimbulkan rasa mual. Rendahnya kesadaran siswi untuk mengonsumi TTD dikarenakan faktor pengetahuan mereka yang kurang mengenai manfaat TTD. Pengetahuan yang kurang akan menimbulkan sikap negatif sehingga mereka menjadi tidak mau mengonsumi TTD,” terangnya.

Permasalahan lainnya, lanjut Ia, adalah kurangnya kesadaran gizi pada remaja termasuk pada siswi SMA N 3 Tasikmalaya, “Hal tersebut terbukti dari banyaknya siswi yang tidak sarapan sebelum berangkat sekolah. Pembina PMR juga menyatakan banyak siswi di SMA N 3 yang mengunjungi UKS saat jam pelajaran. Setelah ditelusuri ternyata diantara mereka mengaku merasa pusing dan lemas dikarenakan tidak sarapan terlebih dahulu,” jelasnya.

Katanya lagi, jika dianalisis lebih jauh penyebab rasa pusing dan lemas tersebut mungkin karena mereka mengalami anemia akibat mereka tidak terbiasa melakukan sarapan sehingga asupan zat gizi yang dibutukan oleh tubuh mereka dalam masa pertumbuhan, sangatlah kurang.

“Intervensi spesifik stunting ini perlu dilakukan agar remaja putri semakin sadar bahwa kelak mereka akan menjadi seorang ibu dan status gizi mereka akan berpengaruh terhadap status gizi anaknya kelak,” katanya.

Saat kegiatan pengabdian, diawali pemeriksaan kadar Hemoglobin pada 50 anggota PMR dengan hasil 36% anggota PMR mengalami anemia. Dilanjutkan dengan pre-test untuk mengidentifikasi gambaran awal pengetahuan dan sikap anggota PMR terkait manfaat TTD dan anemia sebagai bentuk intervensi spesifik stunting.

Kemudian didistribusikan komik kesehatan kepada anggota PMR dan mereka diberi alokasi waktu untuk membaca komik tersebut. Aveny Septi Astriani, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa media komik kesehatan dipilih sebagai sarana edukasi untuk menarik minat belajar siswi.

“Komik menjadi media yang efektif karena dapat menyampaikan pesan kesehatan dengan cara yang lebih santai dan menarik,” jelasnya.

Selanjutnya dilakukan penayangan video dan pemberian pelatihan mengenai materi anemia dan manfat TTD serta keterampilan berkomunikasi.

Sumber foto: dokpri

Kegiatan dilanjutkan dengan role play untuk memberikan kesempatan kepada angota PMR dapat mempraktikan ilmu yang sudah diperoleh dengan menjadi peer educator dalam mengedukasi teman sebayanya.

Riska Sarofah, Dosen Jurusan Ilmu Politik, menambahkan bahwa pendekatan peer education dinilai sangat efektif karena siswi lebih mudah menerima informasi dari teman sebaya mereka dan meningkatkan kemampuan komunikasi para siswa PMR dalam menyampaikan informasi kesehatan. Kegiatan diakhiri dengan post-test.

Kegiatan ini efektif dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota PMR untuk menjadi peer educator dalam rangka mengedukasi teman sebayanya untuk mau minum TTD. Terbukti pada Jum’at, tanggal 6 September anggota PMR sudah berhasil menjadi per educator dalam memberikan pendidikan teman sebaya pada siswi kelas XI. Red.

Berita Terkait