Lombok, Wartatasik.com – Musim hujan belum lagi tiba, sementara kemarau yang cukup panjang sudah berdampak pada kekeringan dan krisis air bersih di sejumlah wilayah di Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Seperti juga di kawasan Selatan di wilayah Kabupaten Lombok Timur, yang kerap mengalami kekeringan dari tahun ke tahun saat kemarau panjang melanda.
Kondisi yang sudah berulang-ulang terjadi ini seharusnya bisa dicarikan solusi jangka panjangnya, dan bukan sekadar solusi sesaat.
“Selama ini kan pendekatan (penyelesaian kekeringan) yang dilakukan lebih banyak ke pendistribusian air ke masyarakat. Padahal yang dibutuhkan itu adanya solusi jangka panjang, agar masalah kekeringan tidak terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya,” kata Caleg DPRD Lombok Timur nomor urut 9 Partai Nasdem, Saparwadi kepada Wartatasik.com, Minggu (28/10/2018).
Saparwadi yang nyaleg mewakili dapil 2, Kecamatan Sakra, Sakra Timur, Sakra Barat, Keruak dan Jerowaru, itu mengatakan, pendistribusian air bagi masyarakat terdampak kekeringan memang diperlukan untuk masa tanggap darurat.
Namun, tanpa ada upaya memikirkan solusi jangka panjang, maka hal itu hanya akan menjadi rutinitas yang terulang kembali di saat kemarau datang di tahun selanjutnya.
Menurutnya, pada masa kejayaan tanaman padi Gogo Rancah (Gora) yang pernah melejitkan nama daerah Lombok dan NTB secara umum beberapa dekade silam, bisa menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi kekeringan.
“Dulu itu siapa yang menyangka Lombok bakal menjadi lumbung pangan?. Semua kan bermula dari semangat Gogo Rancah, menanam padi di lahan kering/tadah hujan yang kemudian berhasil. Harusnya ini menjadi satu pembelajaran bagaimana pendahulu kita mampu bertahan bahkan berinovasi di tengah ancaman kekeringan,” tukasnya.
Hanya saja, kata dia, Gogo Rancah atau Gora saat ini hanya menjadi sekadar slogan dan jargon untuk daerah semata, sebagai Bumi Gora. Sementara praktik budidaya Gora sendiri sudah banyak ditinggalkan lantaran banyak kemanjaan dengan pengairan irigasi buatan.
Ia mengatakan, masyarakat di kawasan yang menjadi langganan kekeringan harus mulai dibangkitkan kembali semangatnya untuk mengulang kejayaan masa lalu Gora itu.
Selain itu, perlu banyak penelitian dan ujicoba menanam komoditas lain yang memang tahan kemarau dan mampu berproduksi di lahan kering.
“Jika saya dipercaya rakyat nantinya, Insha Allah ini akan saya lakukan, yakni menggaungkan kembali kejayaan Gora,” katanya.
Menurut dia, di beberapa daerah yang juga langganan kekeringan di Indonesia ada juga yang ternyata mampu memproduksi komiditas pertanian, buah-buahan dan lain sebagainya.
Hal ini juga tentu bisa dilakukan di NTB, sepanjang banyak pihak mau peduli, terutama Pemerintah Daerah.
Tehnologi Pertanian Tepat Guna
Sementara untuk jangka panjang mengatasi kekeringan, Saparwadi mengatakan, penelitian dan peranan teknologi tepat guna sangat dibutuhkan.
Pembuatan sumur bor atau pun teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar bersih juga patut diperhitungkan.
Ia mengakui, cost pengeluaran untuk biaya penelitian dan pengadaan teknologi serupa itu tentu cukup mahal dan akan menyedot keuangan Pemda.
Namun, jika dibanding dengan benefit jangka panjangnya, tentu hal itu lebih baik daripada harus mengeluarkan cost tiap tahun untuk mendroping kebutuhan air masyarakat.
“Selain itu, ini juga menjadi tantangan bagi anak-anak muda, para mahasiswa kita di Lombok untuk peduli memikirkan solusi masalah kekeringan ini. Mereka bisa memulai mengajukan penelitian-penelitian untuk ini, karena gagasan-gagasan baru biasa muncul dari kaum muda ini,” katanya. Razak