ABT: Kami juga (masyarakat) tidak membutuhkan reses empat bulanan yang isinya paling juga Aspirin
Kota, Wartatasik.com – Sejumlah perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tasikmalaya yang tergabung Aliansi BEM Tasikmalaya (ABT) diantaranya, Unsil, Stikes BTH, Stikes Mitra kencana, UPI, STIA, Unper gelar aksi ke Gedung DPRD Kota Tasikmalaya dalam rangka mempertanyakan peran serta anggota dewan dalam menyikapi masalah yang terjadi di Kota Tasikmalaya tidak lupa menyampaikan isu nasional yang berkembang saat ini, Senin 17 September 2018 kemarin.
Setelah sekitar 1 jam lamanya massa aksi menyampaikan orasinya, akhirnya mereka diterima oleh Ketua Dewan Agus Wahyudin, Walil Ketua 1 Muslim dan Wakil Ketua 2 Jeni Jayusman. Pada pertemuan yang berlangsung di ruang Paripurna itu, mahasiswa tidak memperbolehkan tidak memperbolehkan anggota Polisi, TNI maupun Satpol PP, untuk mengikuti audiensi tersebut.
Pada kesempatan itu, Ketua ABT Hilma Fanniar Rohman menyampaikan sejumlah aspirasinya tentang melemahnya nilai rupiah terhadap dollar yang sudah diatas level Rp. 14 ribu, “Juga maraknya tenaga kerja asing (TKA) yang mengakibatkan bertambah banyaknya pengangguran bahkan lulusan sarjanapun sekalipun, harga barang-barang mahal dan sembako juga ikut naik,” paparnya.
Ia juga mengaku sangat prihatin atas fenomena korupsi massal yang dilakukan oleh pejabat eksekutif maupun legislatif, “Sebut saja anggota dewan yang ada di Malang yang kena OTT oleh KPK sebanyak 41 orang itu. Kami tidak mengharapkan di kota santri ini bernasib seperti daerah lain. Apalagi baru-baru ini wali kota beserta sejumlah pejabat Pemkot Tasik sempat dipanggil lembaga pemberantasan korupsi itu. Kami juga (masyarakat) tidak membutuhkan reses empat bulanan yang isinya paling juga aspirin,” tuturnya.
ABT juga menghimbau agar dewan juga harus bisa mengontrol dan bertanggungjawab apa yang menjadi sebuah kebijakan dari sebuah anggaran yang telah disetujui. “Karena APBD Kota Tasik yang tembus 21% itu merupakan prestasi yang membanggakan dibanding daerah-daerah lain, tapi semuanya tidak seimbang dg apa yg dirasakan masyarakat,” ujar Hilma.
Hilmi juga menyoroti beberapa aspek yaitu lingkungan dengan sungai yang kotor dan pencemarannya dikawasan kampus UPI, serta kesehatan dengan semerawutnya pelayanan BPJS di RSUD dr Soekardjo, tak ketinggalan penanganan aspek sosial yang lemah dengan adanya anak kecil menjadi pemulung yang jelas-jelas masih usia sekolah, sosial dengan banyaknya gepeng, wts, peredaran narkoba, miras dan adanya pungli terhadap kios-kios yang ada di Pasar Pancasila sehingga menjadi penghambat retribusi,” katanya.
Tak luput pula, ABT juga menyoroti perihal kemacetan, “Kota Tasik termasuk peringkat ke-14 se-indonesia, dengan maraknya PKL yang tidak terkendali. Agenda kami reformasi bukan tentang menumbangkan soeharto, tetapi tentang supremasi hukum dan perjalanan menuju masyarakat demokrasi. Pemerintahan sekarang mirip sistem rezim orba, anti kritik, gagalnya revolusi mental beberapa oknum aparat sipil, supermasi hukum masih tebang pilih, walau aktivis tidak ada korban/hilang, tapi kenyamanan jabatan yang ditawarin, mahasiswa diajak makan-makan, inilah bentuk pembungkaman rezim sekarang,” sindirnya.
Berikut tuntutan ABT kepada DPRD dan Wali Kota:
DPRD : Pemerintah legislatif/eksekutif harus menurunkn dollar sampai dibawah Rp 13 ribu/dollar sesuai aturan yang dibuat jokowi. Penegakan supremasi hukum. Tidak ada pencitraan/misi pencetakan image politik di lembaga hukum termasuk KPK. Jika tidak bisa lebih baik mundur dari kursi jabatan.
Kepada wali kota: Efisiensikan APBD, Pemerintah mendorong masyarakat ketergantungan barang infor,tidak adanya jalan-jalan yang tidak penting, cabut perpres TKA. Awen