Kota, Wartatasik.com – Jika salah-satu pemerintahan terlebih pucuk pimpinan daerah tidak mau menampung suara rakyatnya akan sangat berbahaya terhadap keberlangsungan kepemerintahannya.
Ini terjadi di Kota Tasikmalaya, ketika sejumlah elemen masyarakat menyampaikan kritikan terkait keberadaan pohon sintetis (plastik) di Kota Tasik, Wali Kota Budi Budiman malah menanggapinya dengan bahasa-bahasa yang tidak pantas dilontarkan oleh seorang pucuk pimpinan di kota santri ini.
Sejumlah pihak menyayangkan statemen wali kota yang dipublish salah satu media online. Diantaranya dari PC PMII Kota Tasikmalaya melalui Sekumnya Deni Romdhoni. Ia mengaku sangat kaget dan tidak menyangka dengan bahasa-bahasa yang dilontarkan Wali Kota Tasikmalaya tersebut.
Adapun bahasa-bahasa yang dimaksud adalah, jelas Deni, satu, Kita coba saja bikin program pembangunan yang mengeluarkan anggaran sangat besar ko coba coba, “Bahasa itu pun kontra produktif (berlawanan) dengan bahasanya sendiri yakni Budi yakin, pihak konsultan perencanaan sudah matang mempertimbangkan dari banyak sisi terutama sisi estetika. Kalau memang yakin, kenapa mesti coba-coba?” ujarnya, Senin (19/11/2018).
Bahasa kedua, lanjut Ia, Lebih baik turut memberikan kontribusi terhadap pembangunan Kota Tasikmalaya. “Dengan bahasa tersebut kelihatan bahwa wali kota tidak menganggap suara-suara yang didengungkan masyarakat (kritik konstruktif) sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan. Kami kira suara-suara masyarakat tersebut adalah satu bentuk kontribusi, bahwa masyarakat melihat memperhatikan dan menganalisa pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota,” katanya.
Selanjutnya, Bahasa yang ketiga Masih banyak masalah yang lain yang mesti dipikirkan, jangan membuang energi hanya mempermasalahkan pohon sintetis, “Kalau boleh kami bertanya, lantas program apa yang dikeluarkan wali kota dalam hal ini pucuk pimpinan pemerintah kota yang sangat menyentuh dan benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang an sich program pemerintah kota? Yang kami ketahui tidak ada, selain program WUB, RTLH itu program provinsi, PKH itu program pusat (kementrian sosial). Perlu diingat bahwa yang disebut daerah maju dan berhasil itu bukan hanya dilihat dari pembangunan infrastruktur saja. Akan tetapi suprastruktur dan kesejahteraan masyarakat pun harus menjadi prioritas,” ujarnya lagi.
Deni menandaskan, bahasa yang terakhir atau keempat yang kontra produktif wali kota adalah Buang-buang Energi, “Kami kira lebih mending masyarakat yang bersuara hanya buang buang energi, daripada buang-buang anggaran dengan pohon plastik yang tidak begitu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tegasnya.
Deni menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niat dan maksud apa-apa dalam menanggapi atas bahasa-bahasa wali kota yang disampaikannya itu, “Selain hanya ikut berkontribusi (memberikan masukan) bahwasannya pembangunan itu harus benar bertujuan untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya. Asron