Referensi, Wartatasik.com – Tewasnya seorang mahasiswa S2 ITB bernama Muhtar Amin (25) menjadi berita utama di beberapa media online tanah air dan menyita banyak perhatian netizen.
Sejak diturunkan berita tesrsebut, banyak asumsi yang beredar tentang penyebab kematian pemuda berusia 25 tahun tersebut. Muhtar tewas usai ia gantung diri di kusen pintu kamar kosnya.
Kejadian tersebut langsung ditangani oleh pihak kepolisian dengan menggali keterangan dari para saksi, olah TKP dan lainnya untuk mencari terang kasus tersebut.
Dari sudut pandang yang berbeda, penulis tertarik untuk mengulik kejadian tersebut dari disiplin bahasa forensik. Penulis akan berangkat dari dua sumber teks yang berbeda, yaitu teks lagu dan teks yang korban tulis dan tinggalkan di tempat kejadian perkara (TKP).
Pertama, teks yang korban tuliskan hanya terdiri dari 9 kata. Artinya kalimat tersebut cukup singkat. Teks yang korban tulis menggunakan bahasa inggris. Dengan menggunakan teks ini, penulis akan menitik beratkan pada beberapa fitur bahasa dan dimensi, diantaranya yaitu authenticity, emotional tone, negative emotion, certain, motives, dan fokus tujuan.
Teks itu sendiri berbunyi “Sorry everyone. I just can not take it anymore” yang artinya “maaf semuanya, saya tidak kuat lagi.” Dengan membaca kalimat tersebut, akan membuat pembaca dengan bebas berasumsi.
Let’s see. Di dalam psikologi positif, Authenticity merupakan suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental, namun lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu.
Pengembangan atau pertumbuhan diri, keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan, memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain, kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan lingkungannya secara efektif, dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri.
Data menunjukan bahwa 98,01% korban memiliki kepribadian yang jujur namun cenderung tertutup. Dari sifat tertutup tersebut, kemungkinan akan mengakibatkan segala sesuatunya akan dipendam sendiri.
Tentunya hal ini akan berdampak buruk terhadap seseorang, seperti mengakibatkan stress dan depresi. Lebih lanjut lagi, dari dimensi emotional tone, data menunjukan prosentase rendah yaitu hanya 1,00% saja yang artinya korban dalam keadaan gelisah, sedih, dan menunjukan dalam keadaan sedang “berseteru.”
Nampak emosi negatif dan penuh kesedihan. Asumsi penulis adalah ketika korban menuliskan dan kemudian memutuskan mengakhiri hidup adalah dalam keadaan sadar. Sebab dan motif dari korban mengakhiri hidup juga kemungkinan disebabkan pada permasalahan yang sedang dihadapi pada saat itu.
Tidak ada hal yang berkaitan dengan masa lalu korban (yaitu hanya 22,22%/focus-present). Tentunya ini adalah asumsi dan analisis pribadi penulis berdasarkan kajian forensik linguistik dengan bahan sumber “suicide notes” (Catatan Bunuh diri) serta display dari “computerized text analysis”.
Dan para penyidik tentunya juga memiliki asumsi dan cara tersendiri untuk mengungkap sebab peristiwa tersebut.
Kedua, hasil analisis dengan metode yang sama namun dengan sumber teks lirik lagu dengan judul Will the Circle Be Unbroken menunjukan hasil yang berbanding lurus. Artinya, ada korelasi positif sebab dan support atau keyakinan makna lagu yang korban dengarkan dari lirik lagu tersebut.
Sebanyak 83,93% lirik lagu bermakna negatif, kecenderungan penulis lagu tersebut mengisyaratkan sebuah keadaan yang penuh tekanan atau masalah-masalah mental. Hal ini didukung lagi dengan hasil data sebanyak 36,28% yang bisa dikatakan rendah dan memiliki indikasi menunjukan kesedihan, duka cita, gelisah dan muncul gejolak hati.
Dari paparan dan membandingkan hasil data dari dua sumber yang berbeda, maka penulis berasumsi bahwa korban sedang dalam keadaan depresi dan tidak dapat mengendalikannya. Kemudian, depresi tersebut kemungkinan diperberat dengan permasalahan yang sedang korban hadapi saat itu.
Jika ditanya adakah sumbangsih kuat dari mendengarkan lagu Will the Circle Be Unbroken? Jawaban penulis, Iya. Hal tersebut mampu mempengaruhi psikis dan motif korban untuk melakukan tindakan mengakhiri hidup. Asumsi ini berangkat dari dua sumber yang berbeda dengan jenis yang sama yaitu teks.
Tentunya, hal ini perlu dikuatkan lagi dengan hasil penyidikan polisi apakah ada sebab lain atau faktor lain. Hal itu akan dibuktikan dengan barang bukti dan temuan baru dari pihak penyidik.
Dari contoh ini, maka penulis kembali menegaskan bahwa kedudukan forensik linguis dipandang perlu untuk membantu membuka makna dibalik pernyataan written/spoken yang mungkin untuk berbagai pihak mengalami kesulitan keterbatasan analisis linguistik. ***
Oleh: Sigit Apriyanto, M.Pd.,Ph.D (c)
Dosen Sastra Inggris, Anggota Komunitas Linguistik Forensik Indonesia